Ketua DPR RI Setya Novanto usai melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (26/10/2014).
JAKARTA, Fraksi Partai Golkar di DPR mendorong agar sidang kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto berlangsung secara terbuka dan transparan.
"Demi nama baik Novanto, DPR dan Partai Golkar sendiri, sidang-sidang
di MKD harus berlangsung secara terbuka dan transparan. Tidak boleh ada
yang ditutup-tutupi," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang
Soesatyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/11/2015).
Bambang mengatakan, dengan sidang yang berlangsung terbuka, maka masyarakat bisa langsung melihat apa yang terjadi sesungguhnya.
Apakah benar ada percaloan dan pencatutan presiden dan wakil presiden dalam negosiasi perpanjangan kontrak Freeport atau hal itu hanya karangan dan rekayasa semata.
"Kalau ada anggota MKD dan fraksi yang ngotot agar sidang MKD tertutup, apalagi meminta persidangan MKD itu tidak diteruskan, hal itu patut dicurigai. Selain bertentangan dengan logika publik juga patut diduga anggota atau fraksi tersebut ingin melindungi kejahatan terhadap negara," ujar Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali ini.
Soal legal standing Sudirman Said sebagai pelapor dan cara merekam yang dianggap ilegal, sudah tidak penting lagi.
Bagi Golkar, lanjut dia, yang penting adalah membuktikan Novanto tidak seperti yang dituduhkan dalam substansi laporan Sudirman tersebut.
"Sudirman harus membuka secara lengkap ke publik seluruh isi percakapan yang dimilikinya tersebut. Biar semuanya jelas. Siapa sesungguhnya hantu belau serta ular kadut yang bermain dan hendak mengambil keuntungan dalam proses perpanjangan kontrak Freeport dengan mencatut nama kepala negara dan wakilnya itu," kata Bambang.
Hari ini, MKD menggelar rapat menyusun jadwal sidang dugaan pelanggaran kode etik Novanto. Rapat akan menentukan pihak-pihak yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
Sudirman Said melaporkan Novanto kepada MKD dengan sangkaan mencatut nama Presiden-Wapres untuk meminta saham kosong dan proyek pembangkit listrik di Timika, Papua, saat bertemu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
Sebagai alat bukti, Sudirman menyerahkan rekaman percakapan Setya, yang didampingi pengusaha M Riza Chalid, dengan Maroef.
Bambang mengatakan, dengan sidang yang berlangsung terbuka, maka masyarakat bisa langsung melihat apa yang terjadi sesungguhnya.
Apakah benar ada percaloan dan pencatutan presiden dan wakil presiden dalam negosiasi perpanjangan kontrak Freeport atau hal itu hanya karangan dan rekayasa semata.
"Kalau ada anggota MKD dan fraksi yang ngotot agar sidang MKD tertutup, apalagi meminta persidangan MKD itu tidak diteruskan, hal itu patut dicurigai. Selain bertentangan dengan logika publik juga patut diduga anggota atau fraksi tersebut ingin melindungi kejahatan terhadap negara," ujar Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali ini.
Soal legal standing Sudirman Said sebagai pelapor dan cara merekam yang dianggap ilegal, sudah tidak penting lagi.
Bagi Golkar, lanjut dia, yang penting adalah membuktikan Novanto tidak seperti yang dituduhkan dalam substansi laporan Sudirman tersebut.
"Sudirman harus membuka secara lengkap ke publik seluruh isi percakapan yang dimilikinya tersebut. Biar semuanya jelas. Siapa sesungguhnya hantu belau serta ular kadut yang bermain dan hendak mengambil keuntungan dalam proses perpanjangan kontrak Freeport dengan mencatut nama kepala negara dan wakilnya itu," kata Bambang.
Hari ini, MKD menggelar rapat menyusun jadwal sidang dugaan pelanggaran kode etik Novanto. Rapat akan menentukan pihak-pihak yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
Sudirman Said melaporkan Novanto kepada MKD dengan sangkaan mencatut nama Presiden-Wapres untuk meminta saham kosong dan proyek pembangkit listrik di Timika, Papua, saat bertemu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
Sebagai alat bukti, Sudirman menyerahkan rekaman percakapan Setya, yang didampingi pengusaha M Riza Chalid, dengan Maroef.
No comments:
Post a Comment