Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna
JAKARTA, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menyatakan, rencana pembelian helikopter "VVIP" buatan Italia, AgustaWestland AW101, muncul lantaran kinerja PT Dirgantara Indonesia lamban.
Sebelumnya, ada beberapa pesanan TNI AU yang hingga kini belum dikirimkan.
"Seperti pesanan enam helikopter Super Cougar atau yang juga dikenal sebagai Eurocopter EC725 Caracal untuk rencana strategis (renstra) I pada 2010-2014, itu seharusnya datang pada Mei 2015 lalu," kata Agus saat menghadiri HUT ke-44 Korpri di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (30/11/2015), seperti dikutip Antara.
Dari pesanan enam helikopter transportasi taktis jarak jauh itu, sudah ada beberapa yang siap dikirimkan. Namun, TNI AU tidak mau menerima jika pesanan belum lengkap.
Kontrak ditandatangani pada tahun 2012, dan seharusnya selesai dalam waktu 38 bulan. Perjanjian pun diamendemen sehingga waktunya mundur.
"Sudah masuk sebelumnya di PT DI, tetapi belum kami terima karena ada item pending. Semoga tahun 2016 bisa masuk dua unit," kata KSAU.
Ia menyebutkan, saat membeli pesawat dari PT DI, TNI Angkatan Udara harus melihat terlebih dulu produsen alutsista asing yang sedang bekerja sama dengan PT DI untuk produk tertentu.
TNI AU akan kaji kekurangan dan kelebihannya. Untuk pesanan Eurocopter EC725 misalnya, PT DI bekerja sama dengan Airbus dari Perancis.
"Sebelum beli heli angkut sedang kita lihat kerja sama dengan siapa. (Misalnya) seperti beli Super Puma, kita beli di PT DI, kerja sama dengan Airbus," ujar Agus yang juga sebagai Komisaris Utama PT DI.
Proses produksi PT DI yang lama pun menjadi salah satu alasan TNI AU memilih AW-101 dari Italia untuk helikopter kepresidenan dan tamu VVIP.
"PT DI dari mana heli dan pesawat? Ya beli, (misalkan) dari Amerika, beli dari luar kan. Jadi PT DI belum sanggup. Contoh, heli Apache, sanggup enggak?" ucap Agus.
Untuk pengadaan helikopter VVIP, TNI AU tidak ingin sembarangan. Selain untuk memastikan keamanan dan kenyamanan Presiden, Wapres, tamu negara, dan VVIP lainnya, TNI AU dalam renstra kedua ini harus membeli alutsista baru dengan spesifikasi naik satu tingkat dari sebelumnya.
"Kasihan nanti adik-adik penerus kita untuk alusista yang akan diwariskan. Makanya, kita tambah, agar ada pemeliharaan, dan ada yang siap dioperasikan," ujarnya.
KSAU menambahkan, kebutuhan skuadron cuma bisa dipenuhi sebanyak delapan unit dengan pagu anggaran yang ada. Agar adil, seharusnya setiap skuadron memiliki satu unit.
Skuadron yang akan mengoperasikan heli AW-101 tersebut adalah Skuadron Udara 8, Skuadron Udara 6, dan Skuadron Udara 45.
"Pagu anggaran kami sanggup beli delapan heli AW, tetapi kami minta satu lagi biar adil, jadi ada sembilan unit. Anggaran kami dari pinjaman luar negeri itu renstra lima tahun," tuturnya.
"Seperti pesanan enam helikopter Super Cougar atau yang juga dikenal sebagai Eurocopter EC725 Caracal untuk rencana strategis (renstra) I pada 2010-2014, itu seharusnya datang pada Mei 2015 lalu," kata Agus saat menghadiri HUT ke-44 Korpri di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (30/11/2015), seperti dikutip Antara.
Dari pesanan enam helikopter transportasi taktis jarak jauh itu, sudah ada beberapa yang siap dikirimkan. Namun, TNI AU tidak mau menerima jika pesanan belum lengkap.
Kontrak ditandatangani pada tahun 2012, dan seharusnya selesai dalam waktu 38 bulan. Perjanjian pun diamendemen sehingga waktunya mundur.
"Sudah masuk sebelumnya di PT DI, tetapi belum kami terima karena ada item pending. Semoga tahun 2016 bisa masuk dua unit," kata KSAU.
Ia menyebutkan, saat membeli pesawat dari PT DI, TNI Angkatan Udara harus melihat terlebih dulu produsen alutsista asing yang sedang bekerja sama dengan PT DI untuk produk tertentu.
TNI AU akan kaji kekurangan dan kelebihannya. Untuk pesanan Eurocopter EC725 misalnya, PT DI bekerja sama dengan Airbus dari Perancis.
"Sebelum beli heli angkut sedang kita lihat kerja sama dengan siapa. (Misalnya) seperti beli Super Puma, kita beli di PT DI, kerja sama dengan Airbus," ujar Agus yang juga sebagai Komisaris Utama PT DI.
Proses produksi PT DI yang lama pun menjadi salah satu alasan TNI AU memilih AW-101 dari Italia untuk helikopter kepresidenan dan tamu VVIP.
"PT DI dari mana heli dan pesawat? Ya beli, (misalkan) dari Amerika, beli dari luar kan. Jadi PT DI belum sanggup. Contoh, heli Apache, sanggup enggak?" ucap Agus.
Untuk pengadaan helikopter VVIP, TNI AU tidak ingin sembarangan. Selain untuk memastikan keamanan dan kenyamanan Presiden, Wapres, tamu negara, dan VVIP lainnya, TNI AU dalam renstra kedua ini harus membeli alutsista baru dengan spesifikasi naik satu tingkat dari sebelumnya.
"Kasihan nanti adik-adik penerus kita untuk alusista yang akan diwariskan. Makanya, kita tambah, agar ada pemeliharaan, dan ada yang siap dioperasikan," ujarnya.
KSAU menambahkan, kebutuhan skuadron cuma bisa dipenuhi sebanyak delapan unit dengan pagu anggaran yang ada. Agar adil, seharusnya setiap skuadron memiliki satu unit.
Skuadron yang akan mengoperasikan heli AW-101 tersebut adalah Skuadron Udara 8, Skuadron Udara 6, dan Skuadron Udara 45.
"Pagu anggaran kami sanggup beli delapan heli AW, tetapi kami minta satu lagi biar adil, jadi ada sembilan unit. Anggaran kami dari pinjaman luar negeri itu renstra lima tahun," tuturnya.
No comments:
Post a Comment