Direktur Yayasan Permata Atjeh Peduli (YPAP) Lhokseumawe
LHOKSEUMAWE, Yayasan Permata Atjeh Peduli (YPAP) Lhokseumawe melakukan pendampingan terhadap penderita HIV/AIDS, para lesbi, gay, biseksual, dan transjender (LGBT), di wilayah Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Bireuen.
“Data yang kami peroleh dari rumah sakit dan klinik menunjukkan sebagian penderita HIV/AIDS itu kalangan pegawai negeri sipil. Mereka kelompok berduit," ujar Chaidir, Direktur YPAP, mengawali pembicaraan dengan Kompas.com, Senin (30/11/2015).
"Saya sosialisasi HIV, di situ mereka marah, mereka merasa tau semua tentang HIV, dan saya terbiasa dilempari piring saat bicara penyakit ini," sambung Chaidir.
Sejak 2006 lalu hingga kini, Chaidir bersama sejumlah pegiat lainnya terus melakukan sosialisasi pencegahan penularan penyakit mematikan itu.
Secara statistik, saat ini penderita HIV/AIDS di Aceh Utara sebanyak 54 orang, Kota Lhokseumawe 32 orang dan Kabupaten Bireuen sebanyak 26 orang.
Angka itu, menurut Chaidir, adalah angka statistik yang bisa diakses aktivis lembaga swadaya masyarakat, dinas kesehatan, dan komite penanggulangan AIDS tingkat kabupaten/kota.
Terlihat dalam data itu, Aceh Utara merupakan kawasan dengan jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS di Aceh.
Kendati demikian, Chaidir memprediksi, Kota Langsa dan Aceh Tamiang memiliki penderita yang banyak. Namun, karena masyarakat kurang terbuka sehingga sulit menjangkau penderita tersebut.
“Pengalaman kami selama ini, umumnya penyebaran penyakit ini karena alat medis yang tidak steril, disusul perilaku seks, dan penggunaan jarum suntik. Masih banyak petugas medis kita yang tidak mengenakan sarung tangan saat merawat pasien,” ujar dia.
Kondom
Selain itu, pegiat YPAP kesulitan melakukan sosialisasi penggunaan kondom pada masyarakat ketika melakukan berhubungan seks berisiko.
Di Aceh, sosialisasi penggunaan kondom bisa ditafsirkan melegalkan seks pranikah. “Ini sebenarnya pemahaman keliru," kata dia.
"Sejatinya, kita lakukan upaya meningkatkan pemahaman tentang HIV pada masyarakat, mempertebal keimanannya, dan bagaimana mencegahnya salah satunya dari penggunaan kondom, dan itu agak sulit di Aceh ini,” ujar Chaidir.
Dia menyebutkan, masih banyak ditemukan pekerja seks, gay, dan lesbi di Lhokseumawe. Dari sektor ini, juga terjadi penyebaran penyakit itu.
Namun, Chaidir menyesalkan sikap pemerintah yang dirasa masih menganggap isu HIV/AIDS bukan isu yang layak dibicarakan secara serius. Buktinya, tidak ada plot dana khusus untuk penanganan penyakit ini.
“Seharusnya HIV/AIDS ini kita bicarakan secara universal. Ini bom waktu untuk generasi mendatang," sebutnya.
"Mari bicarakan serius, jangan sekadar ketika Hari AIDS Sedunia kita sibuk membicarakan AIDS, tapi tanpa upaya mencegahnya,” ujar Chaidir lagi.
Dia menyebutkan, jika pemerintah tidak serius menangani persoalan HIV/AIDS di Aceh, maka tinggal menunggu waktu jumlah penderita semakin bertambah.
Seharusnya pemerintah peka dan serius menangani persoalan itu. “Kami sangat terbatas, dukungan dana kami dari donor juga terbatas. Jadi, mari sama-sama kita sosialisasikan HIV ini agar generasi kita tahu menghindarinya dan menjauhinya,” tegas Chaidir.
No comments:
Post a Comment