Mantan Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa dengan tersangka Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pudjo Nugroho, Jumat (16/10/2015). Rio diperiksa usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait dugaan kasus korupsi dana bansos.
JAKARTA, Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella mengaku menerima uang dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Evy Susanti sebesar Rp 200 juta.
Rio mengaku mulanya ia menolak menerima uang tersebut yang diserahkan Fransisca Insani Rahesti, teman Rio semasa kuliah.
"Udah saya tolak awalnya. Tapi karena kita teman dekat saya tidak bisa (tolak lagi)," ujar Rio saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/11/2015).
"Anda anggota DPR kan? Ingat sumpahnya kan?" tanya hakim ketua Artha Theresia.
Hakim Artha mempertanyakan komitmen Rio untuk menjadi anggota Dewan yang bersih sebelum resmi menduduki jabatannya sebagai wakil rakyat.
Menurut Artha, alasan Rio menolak uang dari Sisca karena merupakan teman dekat, tidak masuk akal.
Rio kemudian membela diri, meski dia mencoba mengembalikannya, tetapi Sisca bersikeras memberikannya lagi kepada Rio.
"Lemparkan saja uangnya ke mukanya kalau dia tidak mau terima kembali. Kalau sama teman enggak bisa nolak, kenapa jadi anggota DPR? Saudara tahu enggak itu salah?" cecar hakim Artha.
"Iya. Karena saya sudah salah, saya menyesal," ucap Rio lirih.
"Saudara sudah bersuasah payah menjadi anggota DPR. Hanya karena terima uang Rp 200 juta dari orang yang Anda anggap teman, Anda harus berada di persidangan ini. Itu gak worth it," kata hakim Artha.
"Makanya saya kembalikan itu karena tidak benar," jawab Rio.
Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho melalui Evy diduga menyuap Rio sebesar Rp 200 juta untuk mengamankan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Provinsi Sumut.
Atas perbuatannya, Rio dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Udah saya tolak awalnya. Tapi karena kita teman dekat saya tidak bisa (tolak lagi)," ujar Rio saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/11/2015).
"Anda anggota DPR kan? Ingat sumpahnya kan?" tanya hakim ketua Artha Theresia.
Hakim Artha mempertanyakan komitmen Rio untuk menjadi anggota Dewan yang bersih sebelum resmi menduduki jabatannya sebagai wakil rakyat.
Menurut Artha, alasan Rio menolak uang dari Sisca karena merupakan teman dekat, tidak masuk akal.
Rio kemudian membela diri, meski dia mencoba mengembalikannya, tetapi Sisca bersikeras memberikannya lagi kepada Rio.
"Lemparkan saja uangnya ke mukanya kalau dia tidak mau terima kembali. Kalau sama teman enggak bisa nolak, kenapa jadi anggota DPR? Saudara tahu enggak itu salah?" cecar hakim Artha.
"Iya. Karena saya sudah salah, saya menyesal," ucap Rio lirih.
"Saudara sudah bersuasah payah menjadi anggota DPR. Hanya karena terima uang Rp 200 juta dari orang yang Anda anggap teman, Anda harus berada di persidangan ini. Itu gak worth it," kata hakim Artha.
"Makanya saya kembalikan itu karena tidak benar," jawab Rio.
Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho melalui Evy diduga menyuap Rio sebesar Rp 200 juta untuk mengamankan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Provinsi Sumut.
Atas perbuatannya, Rio dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
No comments:
Post a Comment