Wagub Sumut Akui Tanda Tangan Pencairan Dana Bansos, tetapi...


Wakil Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi keluar dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, usai diperiksa penyidik, Senin (12/10/2015).

JAKARTA, Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Tengku Erry Nuradi mengaku bahwa dirinya ikut menandatangani pencairan dana hibah atau bansos tahun 2013-2014.
Namun, dia membantah terlibat dalam dugaan korupsi melalui dana itu.
Erry mengatakan, tanda tangan pencairan dana hibah atau bansos oleh dirinya itu sudah sesuai dengan peraturan gubernur tentang bansos dan hibah.
"Ada klasifikasinya," ujar Erry di Gedung Bundar, Senin (30/11/2015).
Menurut dia, dana di bawah Rp 100 juta itu ditandatangani Kepala Biro Keuangan. Kemudian, dana Rp 100 juta sampai Rp 150 juta ditandatangani Sekda.
"Dana Rp 150 juta sampai Rp 200 juta itu ditandatangani Wakil Gubernur, saya. Nah, di atas Rp 200 juta ditandatangani Gubernur," ucapnya.
Pencairan yang ditandatanganinya, lanjut Erry, ialah berjumlah 923 dari total sebanyak 1.482 pencairan dana.
Meski demikian, Erry membantah dana yang ditandatanganinya tak dapat dipertanggungjawabkan.
Semua pencairan dana hibah atau bansos itu, sebut Erry, telah dipertanggungjawabkan penerima melalui LPJ.
"Hanya memang ada 12 lembaga yang terlambat melaporkan LPJ, tetapi semuanya itu sudah melaporkan pertanggungjawabannya. Kalau yang lain saya enggak tahu," ucap dia.
Lagi pula, Erry mengatakan, verifikasi penerima dana hibah atau bansos dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait berdasarkan surat keputusan (SK) gubernur.
"Verifikasi itu di SKPD. SK-nya dikeluarkan oleh Gubernur. Jadi, posisi saya hanya bertugas menandatangani pencairan dana antara Rp 150 juta sampai Rp 200 juta saja," kata Erry.
Kedatangan Erry di Gedung Bundar sendiri dalam rangka dimintai keterangan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Erry diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi melalui dana hibah atau bansos pada Pemprov Sumut tahun anggaran 2013-2014 yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara.
Perkara dugaan korupsi dana hibah dan bansos ini pertama diusut Kejaksaan Tinggi Sumut, kemudian diambil alih Kejaksaan Agung.
Penyidik sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Pemprov Sumut Eddy Sofyan.
Gatot ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga tidak memverifikasi penerima dana terlebih dahulu.
Akibatnya, dana bansos tak tepat sasaran serta menyebabkan kerugian negara senilai Rp 2,2 miliar.
Adapun peran Eddy dalam dugaan tindak pidana itu ialah meloloskan data penerima bansos meskipun si penerima belum melengkapi syarat prosedur yang berlaku.
Gatot dan Eddy disangka Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

No comments:

Post a Comment