Potensi Terbesar Penularan HIV/AIDS Terjadi di Ranjang Kita Sendiri
Ilustrasi Mitos HIV/AIDS
JAKARTA, Bicara soal HIV/AIDS, biasanya, orang memandang penyebaran penyakit itu terjadi di tempat prostitusi maupun tempat hiburan malam yang berbagai macam jenisnya.
Namun, kenyataannya, HIV/AIDS paling banyak menyebar di keluarga kita sendiri dan terjadi di atas tempat tidur kita, bukan tempat tidur orang lain atau tempat tidur di hotel-hotel yang menyediakan jasa pemuas hasrat seksual.
"Paling banyak orang yang tertular HIV/AIDS itu ibu rumah tangga dan penularan terjadi di atas tempat tidurnya sendiri oleh orang yang dia kenal, dia sayangi, dia hormati," kata aktivis HIV/AIDS Baby Jim Aditya dalam perbincangannya dengan Kompas.com, Selasa (1/12/2015) pagi.
Baby berpendapat ada masalah dan latar belakang yang sangat kompleks di balik penularan HIV/AIDS dengan korban yang paling banyak tertular ibu rumah tangga.
Ia memaparkan, secara garis besar, masalah itu terbagi dalam beberapa poin, yakni perilaku seks yang sangat buruk, minimnya kesadaran menggunakan kondom, ketidakjujuran kepada pasangan, dan menganggap tes HIV/AIDS itu tidak penting.
Berdasarkan data dari sebuah penelitian tahun 2013-2014, di Indonesia, ada sekitar 6,7 juta laki-laki yang menggunakan jasa seks secara komersial. Sedangkan, jumlah perempuan pekerja seks komersial 200.000-an orang saja.
Dengan hitung-hitungan sederhana, satu perempuan melayani sekitar 32 laki-laki yang berbeda setiap harinya.
Itu baru satu gerbang potensi penularan HIV/AIDS. Di luar data itu, kita tidak tahu dengan siapa saja laki-laki tersebut melakukan hubungan seks.
Jika berandai-andai, kata Baby, satu laki-laki berhubungan seks dengan lima perempuan yang berbeda, bisa pasangannya sendiri, maupun pasangan yang tidak resmi.
Jika angka 6,7 juta tadi dikali lima, maka ada sekitar 30 juta orang yang berpotensi menularkan dan ditularkan oleh HIV/AIDS.
Soal kondom, dibagi dua hal, saat berhubungan seks secara berbayar atau secara gratis.
Jika berbayar seperti di tempat prostitusi, perempuan yang memberi jasa seksnya berada pada posisi yang lemah, baik secara status maupun secara ekonomi.
Dengan begitu, akan sulit seorang perempuan menolak permintaan tamunya yang tidak mau memakai kondom saat berhubungan seks.
"Ini berhubungan dengan budaya patriarki. Saya menyebutnya 3M, Man, Mobile, and with Money. Walaupun tanpa uang, laki-laki tetap bisa dapat hubungan seks yang dia mau, misalkan dengan pacar. Itu kan hubungan seks gratis, modal ngerayu saja. Memangnya kalau sama pacar, begituannya pakai kondom?" tutur Baby.
Kejujuran dan tanggung jawab
Setelah melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, tanpa tahu pakai kondom atau tidak, hal itu tidak diceritakan secara jujur kepada pasangannya.
Padahal, menurut Baby, sangat penting setiap orang, terutama laki-laki, jujur kepada pasangannya pernah berhubungan dengan siapa saja.
Jika mau terbuka, harapannya, mereka bisa mengikuti tes HIV/AIDS sebelum memutuskan untuk ke jenjang yang lebih serius, seperti pernikahan.
Menurut Baby, hal ini yang masih minim di Indonesia. Justru, kebanyakan, orang baru tahu belakangan kalau pasangannya ternyata kena HIV/AIDS dan ternyata sudah tertular saat hubungan suami-istri di atas ranjangnya sendiri.
"Kan, jahat sekali, kita yang bilangnya mau bertanggung jawab, tapi tanggung jawab kan bukan sekadar menikahi, tapi tanggung jawab untuk tidak menularkan penyakit ke pasangan yang kita sayangi," ujar Baby.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment