Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Agusdin Subiantoro
JAKARTA, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berharap para lurah atau kepala desa berperan aktif mengantisipasi praktik pemberangkatan calon TKI secara nonprosedural. Mereka adalah "ujung tombak" penentu lolos dan atau tidaknya calon TKI/TKI berangkat bekerja ke luar negeri.
Demikian dikatakan Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Agusdin Subiantoro, Senin (30/11/2015). Di setiap acara sosialisasi kebijakan program penempatan dan perlindungan TKI yang diadakan oleh BNP2TKI, Agusdin selalu mengatakan bahwa mekanisme dan proses pendataan dari dokumen calon TKI/TKI sangat penting.
Pendataan itu antara lain pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), permohonan izin bekerja ke luar negeri dari orangtua dan dari suami/isteri bagi yang berkeluarga, serta dokumen terkait lainnya.
"Semuanya berawal dari kelurahan atau desa. Untuk itu lurah dan kepala desa menjadi ujung tombak dalam mendata berikut merekomendasi dokumen warganya sehingga lurah atau kepala desan itu yang menentukan lolos dan atau tidaknya data calon TKI/TKI untuk kemudian diteruskan dan dapat diproses lebih lanjut hingga berangkat bekerja ke luar negeri," kata Agusdin.
Itulah sebabnya, lanjut dia, para pemimpin desa itu tidak perlu takut menolak warganya karena datanya tidak sesuai.
"Misalnya, usianya belum memenuhi persyaratan untuk menjadi TKI, kemudian minta dituakan. Atau lalu alamatnya juga dipalsukan, dan lain-lain, yang tujuannya agar calon TKI/TKI tersebut dapat diberangkatkan," papar Agusdin.
Agusdin kemudian meminta para luesah dan kepala desa untuk tidak perlu takut dan segan menolak warganya yang meminta diubah umurnya, padahal sebenarnya belum cukup memenuhi persyaratan agar bisa berangkat bekerja keluar negeri untuk menjadi TKI. Dia menjelaskan, memalsukan data atau umur untuk menjadi TKI merupakan awal penyebab masalah.
"TKI yang data atau umurnya dipalsukan itu tinggal tunggu datangnya masalah saja. Cepat atau lambat pasti akan terjadi," katanya.
Persyaratan menjadi TKI bekerja ke luar negeri, jelas Agusdin, minimal berumur 18 tahun untuk bisa menjadi pekerja di sektor formal. Sementara untuk umur minimal 21 tahun akan bisa bekerja di sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), sehat jasmani dan rohani, memiliki keterampilan kerja (skill) sesuai pekerjaan yang dibutuhkan, serta menguasai bahasa negara tempat TKI bekerja.
Syarat lainnya, para calon TKI/TKI perempuan tidak sedang hamil. Mereka juga sudah harus terdaftar di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat, serta memiliki dokumen ketenagakerjaan lengkap.
Sementara itu, sebagai kelengkapan akhir para calon TKI diwajibkan memberikan sidik jari (finger print) untuk e-KTKLN dan memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sebagai bukti fisiknya.
"Karena e-KTKLN dan kepemilikan KTKLN itu bukti resmi bahwa calon TKI/TKI telah menjalani mekanisme dan prosedur penempatan TKI dengan benar," ujarnya.
Agusdin mengatakan, terkait pendataan calon TKI/TKI yang akan bekerja ke luar negeri yang dilakukan di Disnaker kabupaten/kota, BNP2TKI sudah menerapkan pendataan secara sistem online melalui Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKO-TKLN) yang terhubung mulai dari Disnaker kabupaten/kota dan BP3TKI/LP3TKI di tingkat provinsi, hingga pusat (BNP2TKI)
"SISKO-TKLN yang dibangun BNP2TKI saat ini telah terkoneksi dengan 438 Disnaker di seluruh Indonesia. Sistem online pelayanan pendataan TKI yang diciptakan BNP2TKI ini juga terkoneksi dengan program e-KTP yang dibangun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)," jelasnya.
Karenanya, lanjut Agusdin, jika data di awal salah karena dipalsukan, maka selamanya salah dan berakibat akan bermasalah dengan calon TKI/TKI.
"Jangan sekali-kali memalsukan data karena akan berakibat fatal dan merugikan TKI, serta merepotkan Pemeriintah dalam membantu memberikan perlindungan terkait hak-hak mereka sendiri," katanya.
No comments:
Post a Comment