Hari Ini, KNKT Umumkan Hasil Investigasi Kecelakaan AirAsia QZ8501
Bangkai pesawat yang berhasil diangkat dalam operasi lanjutan oleh tim SAR gabungan Basenas diturunkan dari kapal Crest Onyx di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (2/3/2015). Bangkai yang merupakan bagian dari serpihan utama pesawat yang jatuh di Selat Karimata tersebut diserahkan Basarnas ke Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk kelanjutan investigasi.
JAKARTA, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akan menyampaikan hasil investigasi atas jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada Desember 2014 silam, pada hari ini, Selasa (1/12/2015), di Kantor KNKT, Jakarta.
Hasil investigasi ini akan menguak sejumlah pertanyaan terkait penyebab kecelakaan pesawat yang bertolak dari Surabaya menuju Singapura itu.
Investigasi kecelakaan pesawat ini didasarkan pada analisis perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR) dan perekam suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR) yang ditemukan Serda Rajab Suharno, salah satu personel Badan SAR Nasional (Basarnas) pada 12 Januari 2015 lalu.
Analisis data itu memang membutuhkan waktu sekitar 12 bulan.
Minggu kelabu
Informasi mengenai hilang kontaknya QZ8501 terjadi pada 28 Desember 2014. Pesawat jenis Airbus 320 itu mengangkut 155 orang yang terdiri dari 138 penumpang dewasa, 16 anak-anak, 1 balita, 4 kru kabin dan 2 pilot serta kopilot.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menyebutkan, pesawat lepas landas dari Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya pukul 05.36 WIB.
Pesawat mencapai ketinggian stabil di 32.000 kaki. Pukul 06.12 WIB, kapten pesawat meminta izin kepada Air Traffic Control (ATC) Jakarta untuk menghindari awan ke arah kiri dan naik ke 38.000 kaki.
Permintaan tersebut disetujui. Pukul 06.17 WIB, pesawat hanya tinggal sinyal di dalam radar ATC. Padahal, sebelum itu simbol pesawat masih nampak dalam radar.
Pukul 06.18 WIB, pesawat hilang dari pantauan radar. Kemudian, pada pukul 07.55 WIB, pesawat resmi dinyatakan hilang.
Proses pencarian dan evakuasi korban dan badan pesawat di perairan Selat Karimata dan Laut Jawa dilakukan. Pencarian melibatkan banyak pihak dari dalam dan luar negeri, antara lain Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Singapura, dan Tiongkok.
Sementara dari dalam negeri, selain melibatkan lembaga negara, pencarian juga melibatkan nelayan lokal.
Semuanya berupaya untuk menemukan korban dan badan pesawat. Setelah sekitar dua bulan pencarian, Basarnas memutuskan untuk menghentikan pencarian korban pada 3 Maret 2015.
Keputusan tersebut diambil sesuai kesepakatan dengan keluarga korban. Keputusan itu memang tak mengenakkan, terutama bagi keluarga korban yang belum ditemukan.
Tercatat, Basarnas menemukan total 103 jenazah. Salah satunya adalah satu keluarga warga negara Korea Selatan, Seong Beom Park (37) dan Kyung Hwa Lee (34) serta seorang bayinya.
Hingga detik terakhir, evakuator hanya berhasil mengangkat jasad Park dan Lee dari bawah laut. Sementara, sang bayi tak diketahui keberadaannya.
Seiring dengan penghentian pencarian korban, Posko Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim yang digunakan sebagai pusat informasi identifikasi resmi ditutup pada 19 Maret 2015.
Setelah itu, Minggu 22 Maret 2015, anggota keluarga korban kecelakaan pesawat melakukan tabur bunga di Muara Kumai, Laut Jawa perairan Kalimantan Tengah.
Spekulasi
Meski hasil investigasi baru diumumkan saat ini, sejumlah informasi terungkap terkait penyebab kecelakaan. Salah satunya adalah awan cumulonimbus.
Data BMKG saat itu menunjukkan, ada awan cumulonimbus yang membentang di jalur penerbangan QZ8501. Bahkan, awan itu mencapai titik tertinggi, yakni 44.000 kaki.
Awan itu diketahui menciptakan petir dan menjadi momok bagi penerbangan. Selain itu, terungkap juga pilot QZ8501 mematikan Flight Augmentation Computer (FAC).
FAC adalah bagian komputer pesawat Airbus A320 yang mengontrol rudder (sirip tegak) di belakang pesawat.
Sirip tegak tersebut berfungsi untuk mengontrol kemudi serong (yaw) pesawat. Namun, matinya sistem proteksi itu belum tentu menjadi faktor penyebab kenapa pesawat tiba-tiba menanjak secara drastis lalu kemudian jatuh.
Sebab, pilot seharusnya masih memiliki kendali manual. Atas seluruh spekulasi itu, jauh-jauh hari, Kepala KNKT Tatang Kurniadi mengingatkan bahwa investigasi ini tak bertujuan untuk menunjuk pihak yang salah terkait kecelakaan pesawat.
Investigasi KNKT, sebut Tatang, adalah standar internasional yang bertujuan mencari sistem penerbangan yang harus diperbaiki agar kecelakaan tidak terulang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment