Jika Pengesahan APBD DKI Terlambat Lagi...
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di ruang kerjanya di Balai Kota, Sabtu (21/11/2015).
JAKARTA, Pengesahan Raperda APBD DKI 2016 terancam terlambat dari jadwal yang telah ditetapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengungkapkan, salah satu dampak keterlambatan pengesahan APBD DKI adalah pelayanan publik kepada masyarakat.
"Pembangunan jadi terkendala. Kemudian keterlambatan kebijakan fiskal. Banyak hal efek domino atas keterlambatan pengesahan APBD DKI," kata Abdullah, di Kantor ICW, Minggu (29/11/2015).
Permasalahannya, lanjut dia, dokumen RAPBD saja belum disahkan. Padahal, batas akhir pengesahan Raperda APBD yakni satu bulan sebelum tahun anggaran selesai atau pada 30 November.
Pada Senin (30/11/2015) ini, Pemprov DKI baru akan menandatangani nota kesepahaman Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016.
"Kemudian belum ada pembahasan di Komisi DPRD. Problem yang menyebabkan deadlock antara DPRD dan pemerintah ini perlu disampaikan ke publik," kata Abdullah.
Adanya anggaran siluman pengadaan perangkat uninterruptible power supply (UPS) dan lainnya membuktikan ketidakcocokan antara perencanaan dengan penganggaran.
Sebab, di sisi lain, sekolah lebih memerlukan pengadaan laboratorium dibanding UPS. Sehingga, penting untuk menata sistem penganggaran.
Keterlambatan pengesahan APBD ini berarti Pemprov DKI dan DPRD DKI melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menyambung Abdullah, Direktur Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengatakan, proses perencanaan penganggaran DKI kacau balau.
Hal itu dibuktikan dengan 36 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada laporan keuangan tahun 2014.
"Jarang-jarang BPK temuannya sebanyak itu, sampai kerugian negaranya Rp 300 miliar sekian. Kita menarik benang merah buruknya penganggaran dan keterlambatan pengesahan APBD ini berdampak pada pembangunan dan potensi korupsi baru," kata Apung.
Selain itu, keterlambatan pengesahan APBD juga berdampak pada kualitas pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah. Kualitas pelayanan publik akan terhambat hingga tiga bulan ke depan.
Ia mengapresiasi langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk memecat pejabat yang berupaya menyelipkan anggaran siluman. Hanya saja, tindakan itu tidak bisa dijadikan alasan keterlambatan pengesahan APBD.
"Kemacetan anggaran dikarenakan ada oknum SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang tidak menjalankan aturan. Apakah karena kesalahan itu, kemudian (keterlambatan pengesahan APBD) bisa kita maafkan? Maka itu yang menjadi pertanyaan," kata Apung.
Selain itu, ia juga mengingatkan Pemprov DKI tidak mengalokasikan APBD hanya untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Sebab, melihat postur APBD 2015 lalu, alokasi gaji dan tunjangan pegawai lebih besar dibanding pendidikan.
"Kita sudah bayar pajak tinggi, tapi anggaran tinggi hanya buat gaji. Kita dibohongi elite DKI dan DPRD," kata Apung.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment