Kejanggalan yang Membuat Terpidana Mati Kasus Narkotik Ajukan PK Kedua


Michael Titus Igweh menunggu sidang dengan agenda pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (31/5/2016) siang. Titus didakwa hukuman mati atas kepemilikan narkotika jenis heroin sebanyak lima kilogram lebih pada tahun 2002.

TANGERANG, Kuasa hukum Michael Titus Igweh, yaitu Susanti Agustina, menjelaskan apa saja kejanggalan yang membuat kliennya memutuskan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) yang kedua terkait vonis hukuman mati terhadap dirinya.
Titus yang merupakan warga negara Nigeria divonis hukuman mati atas kasus kepemilikan narkotik jenis heroin seberat 5,8 kilogram tahun 2003 dan pernah mengajukan peninjauan kembali pertama tahun 2011. Namun PK-nya saat itu ditolak.
"Alasan pertama, ada dua putusan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yaitu putusan PK No. 251/PK/Pid.Sus/2011 atas nama Michael Titus Igweh dengan putusan PK No. 45/PK/Pid.Sus/2009 atas nama Hillary K Chimizie, di mana dalam perkara kami dinyatakan barang bukti heroin diperoleh dari Hillary. Sedangkan dalam perkara Hillary, dinyatakan Hillary tidak pernah menyerahkan heroin kepada klien kami," kata Susanti kepada wartawan, Senin (31/5/2016).
Atas dasar putusan yang berbeda keterangan itu, pihaknya ingin mendapatkan kejelasan, putusan mana yang benar.
Selain itu, pertimbangan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Titus dilakukan atas dasar keterangan dua saksi yang telah meninggal dalam tahanan. Dengan kata lain, dua saksi di perkara yang berbeda itu tidak dihadirkan di pengadilan, tetapi keterangannya hanya dibacakan kembali oleh pihak ketiga di pengadilan.
"Kedua saksi itu meninggal saat masih proses penyidikan," tutur Susanti.
Pihaknya keberatan dengan keputusan hakim yang dinilai yakin dengan keterangan orang yang sudah meninggal dunia. Hal itu dianggap tidak adil oleh Titus.
Titus terjerat kasus narkotik pada 2002. Dia didakwa atas kepemilikan narkotik jenis heroin seberat 5,8 kilogram dan telah divonis hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Ketika dijatuhi vonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2003, seorang terdakwa lainnya, Hillary Chimizie, divonis hukuman serupa dengan Titus. Keduanya disebut terlibat dalam perdagangan narkotik jaringan internasional.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, heroin itu terdapat di dua tempat, yakni di sebuah rumah di Tangerang, Banten, dan di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Namun, selama masa persidangan hingga dirinya divonis hukuman mati, Titus menilai ada sejumlah kejanggalan, seperti keterangan yang memberatkan dia didapat dari dua tersangka dalam kasus lain yang telah meninggal dunia saat masih mengikuti proses penyidikan.
Selain itu, hukuman yang diberikan kepada Hillary, setelah peninjauan kembalinya dikabulkan, menjadi jauh lebih ringan ketimbang Titus. Hillary kemudian hanya dihukum 12 tahun penjara, sedangkan Titus tetap dihukum mati.

No comments:

Post a Comment