Kota Sansha, Palau Woody, gugus Kepulauan Paracel, Laut China Selatan.
SANSHA, China bermaksud mengubah beberapa pulau di kawasan sengketa Laut China Selatan menjadi resor-resor bergaya Maladewa, seperti dirilis Reuters, Jumat (27/5/2016).
Resor-resor itu akan terbuka bagi para wisatawan, baik wisatawan
lokal maupun mancanegara, untuk mengadakan pesta pernikahan mereka dan
juga sebagai destinasi liburan.
Sebenarnya China memuli wisata kapal pesiar di Laut Cina Selatan pada tahap uji coba pada 2013.
Langkah itu juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kehadiran sipil di sana.
Beijing mengklaim sebagian besar perairan yang kaya energi itu dan urat nadi utama niaga antarsamudera bernilai 5 triliun dollar AS setiap tahun.
Di sisi lain, klaim China ini tumpang tindih dengan klaim dari Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Dalam wawancara dengan China Daily, wali kota Sansha, Xiao Jie, mengatakan, ia berharap pulau-pulau di Laut China Selatan menjadi objek wisata utama yang setara dengan Maladewa.
“Kami akan mengembangkan beberapa pulau dan karang untuk mengakomodasi sejumlah wisatawan terpilih,” kata Xiao.
Wali Kota Sansha juga menambahkan, terakit degan itu maka militer takkan hadir di kawasan. “Ini akan menjadi prosedur yang teratur dan bertahap,” kata Xiao.
Kota Sansha terletak di Pulau Woody di dalam gugus Kepulauan Paracel, yang menjadi pusat pemerintahan China untuk pulau-pulau di Laut China Selatan dan pulau tak berpenghuni lainnya.
Xiao menambahkan, terkait dengan itu akan ada tur dengan kapal laut, penerbangan, dan promosi wisata, termasuk untuk pernikahan, kegiatan memancing dan menyelam di sana.
China Daily menyebutkan, untuk sementara itu hanya China yang mendapat izin untuk berwisata ke sana.
Namun, dengan menjadi setara Maladewa, kelak kawasan akan terbuka untuk semua wisatawan, termasuk dari luar negeri.
“Kunjungan wisatawan akan menghidupkan aktivitas menyelam dan berselancar,” kata Xiao.
China sampai saat ini dilaporkan terus meningkatkan aktivitas militer, membangun pulau buatan, menempatkan rudal, membangun mercusuar, dan landasan pesawat di kawasan Laut China Selatan.
Amerika Serikat dan sekutunya telah berulangkali menyerukan keprihatinan atas peningkatan aktivitas China di kawasan.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok Tujuh (G-7) di Jepang, negara-negara anggota juga menyatakan keprihatinan atas aktivitas China yang semakin agresif di Laut China Selatan.
Beijing mulai kegerahan dan mengeluarkan peringatan kepada negara-negara industri maju yang tergabung dalam G-7 itu untuk tidak mencampuri sengketa yang kini terjadi di Laut China Selatan.
China menilai, konflik tersebut dinilai berada di luar kemampuan dan pengaruh G-7.
Sebenarnya China memuli wisata kapal pesiar di Laut Cina Selatan pada tahap uji coba pada 2013.
Langkah itu juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kehadiran sipil di sana.
Beijing mengklaim sebagian besar perairan yang kaya energi itu dan urat nadi utama niaga antarsamudera bernilai 5 triliun dollar AS setiap tahun.
Di sisi lain, klaim China ini tumpang tindih dengan klaim dari Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Dalam wawancara dengan China Daily, wali kota Sansha, Xiao Jie, mengatakan, ia berharap pulau-pulau di Laut China Selatan menjadi objek wisata utama yang setara dengan Maladewa.
“Kami akan mengembangkan beberapa pulau dan karang untuk mengakomodasi sejumlah wisatawan terpilih,” kata Xiao.
Wali Kota Sansha juga menambahkan, terakit degan itu maka militer takkan hadir di kawasan. “Ini akan menjadi prosedur yang teratur dan bertahap,” kata Xiao.
Kota Sansha terletak di Pulau Woody di dalam gugus Kepulauan Paracel, yang menjadi pusat pemerintahan China untuk pulau-pulau di Laut China Selatan dan pulau tak berpenghuni lainnya.
Xiao menambahkan, terkait dengan itu akan ada tur dengan kapal laut, penerbangan, dan promosi wisata, termasuk untuk pernikahan, kegiatan memancing dan menyelam di sana.
China Daily menyebutkan, untuk sementara itu hanya China yang mendapat izin untuk berwisata ke sana.
Namun, dengan menjadi setara Maladewa, kelak kawasan akan terbuka untuk semua wisatawan, termasuk dari luar negeri.
“Kunjungan wisatawan akan menghidupkan aktivitas menyelam dan berselancar,” kata Xiao.
China sampai saat ini dilaporkan terus meningkatkan aktivitas militer, membangun pulau buatan, menempatkan rudal, membangun mercusuar, dan landasan pesawat di kawasan Laut China Selatan.
Amerika Serikat dan sekutunya telah berulangkali menyerukan keprihatinan atas peningkatan aktivitas China di kawasan.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok Tujuh (G-7) di Jepang, negara-negara anggota juga menyatakan keprihatinan atas aktivitas China yang semakin agresif di Laut China Selatan.
Beijing mulai kegerahan dan mengeluarkan peringatan kepada negara-negara industri maju yang tergabung dalam G-7 itu untuk tidak mencampuri sengketa yang kini terjadi di Laut China Selatan.
China menilai, konflik tersebut dinilai berada di luar kemampuan dan pengaruh G-7.
No comments:
Post a Comment