Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat usai menunaikan shalat jumat di salah satu masjid yang ada di Manggarai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (27/5/2016)
TANGERANG, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengungkapkan penyakit birokrasi Pemprov DKI Jakarta mengakar sejak dulu. Penyakit itu bersumber dari banyak hal, salah satunya jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang cukup besar.
"DKI ini unik. Jadi penyakit birokrasi sudah mengerak dari dulu
karena APBD sangat besar. Bukan hanya APBD tapi juga seluruh proyek
nasional ada di Jakarta," kata Djarot di Tangerang, Selasa (31/5/2016).
Belum lagi jumlah kewajiban, kontribusi hingga corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan swasta.
Dulu, kata Djarot, pengelolaan tiga hal tersebut tertutup sehingga menimbulkan resiko jadi ajang suap dari perusahaan swasta ke pejabat.
"Kami percaya pejabat DKI di masa lalu punya apartemen dan puluhan mobil mewah," kata Djarot.
Karena itu, menurut Djarot perlu ada revolusi mental di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Salah satu revolusi yang dilakukan dengan membuat open data. Kini pengelolaan kontribusi, kewajiban hingga CSR dari perusahaan swasta dilakukan secara terbuka. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan umum.
Djarot mencontohkan mulai dari pembangunan simpang susun Semanggi yang dibangun dari hasil kewajiban PT Mitra Panca Persada. Pembangunan dari swasta lainnya yakni RPTRA dan Rusunawa di beberapa daerah di Jakarta.
Belum lagi jumlah kewajiban, kontribusi hingga corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan swasta.
Dulu, kata Djarot, pengelolaan tiga hal tersebut tertutup sehingga menimbulkan resiko jadi ajang suap dari perusahaan swasta ke pejabat.
"Kami percaya pejabat DKI di masa lalu punya apartemen dan puluhan mobil mewah," kata Djarot.
Karena itu, menurut Djarot perlu ada revolusi mental di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Salah satu revolusi yang dilakukan dengan membuat open data. Kini pengelolaan kontribusi, kewajiban hingga CSR dari perusahaan swasta dilakukan secara terbuka. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan umum.
Djarot mencontohkan mulai dari pembangunan simpang susun Semanggi yang dibangun dari hasil kewajiban PT Mitra Panca Persada. Pembangunan dari swasta lainnya yakni RPTRA dan Rusunawa di beberapa daerah di Jakarta.