Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul
BOGOR, Gemuruh dan bermacam celotehan massa pendukung meramaikan acara debat calon presiden yang diadakan di sebuah hotel di Bogor, Sabtu (2/4/2016).
Di atas panggung, tampil sejumlah kader yang bisa dibilang merupakan
"bintang" Partai Demokrat, seperti Ruhut Sitompul, Dede Yusuf, dan Venna
Melinda. Mereka tampil memperkenalkan visi dan misi sebagai capres
Partai Demokrat, juga saling mengkritisi visi-misi lawannya.
Namun, ini bukan merupakan aksi debat capres sesungguhnya. Acara ini merupakan simulasi debat capres dan calon kepala daerah, yang merupakan bagian dari Penataran Pimpinan dan Kader Utama Partai Demokrat yang berlangsung sejak Senin (28/3/2016) silam.
Lalu apa jadinya gagasan-gagasan liar itu, ketika simulasi persoalan nyata bangsa harus dipentaskan di atas panggung? Tetap menarik, tentu.
Misalnya saat membahas pengangguran. Sejarah mencatat, kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden keenam RI selama 10 tahun menghasilkan pertumbuhan rata-rata sebesar 6 persen.
Adapun pengangguran yang tercatat sebesar 9,9 persen (tahun 2004) diklaim berhasil diturunkan menjadi 5,7 persen (2014).
Mendengar persoalan pengangguran, Ruhut Sitompul yang diberikan kesempatan bicara selama tiga menit justru memainkan emosi penonton. Latar belakang keberanian Ruhut maju sebagai capres tahun 2019 mengawali materi yang seharusnya diperdebatkan.
"Mengapa saya berani mencalonkan diri sebagai presiden 2019? Saya begitu mengagumi pola kepemimpinan Pak SBY," kata Ruhut di depan peserta penataran yang seolah-olah rakyat Indonesia.
"Pengangguran tak bisa lain akan diselesaikan dengan membenahi lapangan pekerjaan," ucapnya.
Debat itu disampaikan di depan barisan petinggi Demokrat, seperti Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama istri, Ani Yudhoyono.
Selain itu, hadir juga sejumlah petinggi Demokrat lain seperti Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Pramono Edhie Wibowo, Amir Syamsudin, Roy Suryo, dan masih banyak lagi.
Tak membeberkan strategi politik, Ruhut bolak-balik menyebut keberhasilan demi keberhasilan SBY. Ujung-ujungnya, selalu disebut dirinya akan mengikuti jejak yang dilakukan SBY, termasuk cara meningkatkan investasi yang menjadi topik debat kedua.
Riuh dukungan dari barisan penonton sebelah kanan pun terungkap. Sesekali, diikuti gelak tawa dan tepukan tangan.
Dede Yusuf yang seolah menjadi kompetitor pun menimpali aksi Ruhut yang dianggap mendompleng SBY.
"Pak Ruhut lebih cocok menjadi jubir Presiden ketimbang maju sebagai Presiden. Tidak terdengar sedikit pun adanya strategi untuk menyelesaikan masalah bangsa yang menjadi topik perdebatan ini," kata Dede.
Sementara, kompetitor lain, Benny K Harman, justru tidak memperdebatkan gagasan Ruhut. Benny justru mengemukakan bahwa masalah krusial lapangan pekerjaan di negeri ini dapat dituntaskan.
Namun, jalannya adalah mendorong iklim politik, hukum, dan sosial yang kondusif untuk mendorong investasi. Juga, meningkatkan stimulus agar rakyat dapat membelanjakan uangnya dan meraih kesejahteraan.
Selesai debat capres, disimulasikan juga debat calon gubernur, dengan menampilkan Tengku Rifky, Nurhayati Assegaf, dan Michael Wattimena.
Rupanya ketiga calon mengemukakan pendapatnya di daerah pemilihannya masing-masing. Tengku melakukan simulasi sebagai calon gubernur Aceh, Nurhayati sebagai calon gubernur Jawa Timur, dan Michael sebagai calon gubernur Maluku.
Kemudian, ada juga simulasi tanya-jawab dengan wartawan dalam doorstop yang dibintangi Venna Melinda. Sejumlah wartawan ikut diajak tampil di atas panggung.
Benahi internal
Di saat partai-partai beranjak memikirkan kader partai atau calon lain yang akan dijadikan mau pun didukung maju sebagai kepala daerah, Partai Demokrat justru memulai kembali dari hal mendasar, yakni membenahi internalnya.
Dalam simulais ini, SBY terlihat mengembalikan keberanian kadernya untuk tampil. Kader Demokrat diminta berani mengemukakan gagasan secara sistematis, berani tampil di panggung terbuka, dan berani berdebat dengan lawan politik secara santun.
Demokrat juga berusaha menumbuhkan kembali keberanian berorasi atau berkampanye yang efektif di depan simulasi massa, serta berani mengemukakan pendapat atas pertanyaan wartawan dalam simulasi doorstop.
Tidak tanggung-tanggung, SBY memberikan pembekalan berupa 20 tips teknik public speaking. Dan, semua yang hadir di acara itu pun melihat sendiri, tidak banyak yang memainkan gesture dan keterampilan tampil di depan publik secara efektif.
Itu baru implementasi teknik public speaking. Belum masuk pada materi yang diajarkan SBY menyangkut "strategi, taktik, 'hukum' pemilu dan kampanye".
Pelatihan dan pendalaman mengenai materi itu masuk dalam acara penataran yang berlangsung hari ini.
Namun, ini bukan merupakan aksi debat capres sesungguhnya. Acara ini merupakan simulasi debat capres dan calon kepala daerah, yang merupakan bagian dari Penataran Pimpinan dan Kader Utama Partai Demokrat yang berlangsung sejak Senin (28/3/2016) silam.
Lalu apa jadinya gagasan-gagasan liar itu, ketika simulasi persoalan nyata bangsa harus dipentaskan di atas panggung? Tetap menarik, tentu.
Misalnya saat membahas pengangguran. Sejarah mencatat, kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden keenam RI selama 10 tahun menghasilkan pertumbuhan rata-rata sebesar 6 persen.
Adapun pengangguran yang tercatat sebesar 9,9 persen (tahun 2004) diklaim berhasil diturunkan menjadi 5,7 persen (2014).
Mendengar persoalan pengangguran, Ruhut Sitompul yang diberikan kesempatan bicara selama tiga menit justru memainkan emosi penonton. Latar belakang keberanian Ruhut maju sebagai capres tahun 2019 mengawali materi yang seharusnya diperdebatkan.
"Mengapa saya berani mencalonkan diri sebagai presiden 2019? Saya begitu mengagumi pola kepemimpinan Pak SBY," kata Ruhut di depan peserta penataran yang seolah-olah rakyat Indonesia.
"Pengangguran tak bisa lain akan diselesaikan dengan membenahi lapangan pekerjaan," ucapnya.
Debat itu disampaikan di depan barisan petinggi Demokrat, seperti Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama istri, Ani Yudhoyono.
Selain itu, hadir juga sejumlah petinggi Demokrat lain seperti Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Pramono Edhie Wibowo, Amir Syamsudin, Roy Suryo, dan masih banyak lagi.
Tak membeberkan strategi politik, Ruhut bolak-balik menyebut keberhasilan demi keberhasilan SBY. Ujung-ujungnya, selalu disebut dirinya akan mengikuti jejak yang dilakukan SBY, termasuk cara meningkatkan investasi yang menjadi topik debat kedua.
Riuh dukungan dari barisan penonton sebelah kanan pun terungkap. Sesekali, diikuti gelak tawa dan tepukan tangan.
Dede Yusuf yang seolah menjadi kompetitor pun menimpali aksi Ruhut yang dianggap mendompleng SBY.
"Pak Ruhut lebih cocok menjadi jubir Presiden ketimbang maju sebagai Presiden. Tidak terdengar sedikit pun adanya strategi untuk menyelesaikan masalah bangsa yang menjadi topik perdebatan ini," kata Dede.
Sementara, kompetitor lain, Benny K Harman, justru tidak memperdebatkan gagasan Ruhut. Benny justru mengemukakan bahwa masalah krusial lapangan pekerjaan di negeri ini dapat dituntaskan.
Namun, jalannya adalah mendorong iklim politik, hukum, dan sosial yang kondusif untuk mendorong investasi. Juga, meningkatkan stimulus agar rakyat dapat membelanjakan uangnya dan meraih kesejahteraan.
Selesai debat capres, disimulasikan juga debat calon gubernur, dengan menampilkan Tengku Rifky, Nurhayati Assegaf, dan Michael Wattimena.
Rupanya ketiga calon mengemukakan pendapatnya di daerah pemilihannya masing-masing. Tengku melakukan simulasi sebagai calon gubernur Aceh, Nurhayati sebagai calon gubernur Jawa Timur, dan Michael sebagai calon gubernur Maluku.
Kemudian, ada juga simulasi tanya-jawab dengan wartawan dalam doorstop yang dibintangi Venna Melinda. Sejumlah wartawan ikut diajak tampil di atas panggung.
Benahi internal
Di saat partai-partai beranjak memikirkan kader partai atau calon lain yang akan dijadikan mau pun didukung maju sebagai kepala daerah, Partai Demokrat justru memulai kembali dari hal mendasar, yakni membenahi internalnya.
Dalam simulais ini, SBY terlihat mengembalikan keberanian kadernya untuk tampil. Kader Demokrat diminta berani mengemukakan gagasan secara sistematis, berani tampil di panggung terbuka, dan berani berdebat dengan lawan politik secara santun.
Demokrat juga berusaha menumbuhkan kembali keberanian berorasi atau berkampanye yang efektif di depan simulasi massa, serta berani mengemukakan pendapat atas pertanyaan wartawan dalam simulasi doorstop.
Tidak tanggung-tanggung, SBY memberikan pembekalan berupa 20 tips teknik public speaking. Dan, semua yang hadir di acara itu pun melihat sendiri, tidak banyak yang memainkan gesture dan keterampilan tampil di depan publik secara efektif.
Itu baru implementasi teknik public speaking. Belum masuk pada materi yang diajarkan SBY menyangkut "strategi, taktik, 'hukum' pemilu dan kampanye".
Pelatihan dan pendalaman mengenai materi itu masuk dalam acara penataran yang berlangsung hari ini.
No comments:
Post a Comment