Candaan, Undur Diri, dan Kualitas Relasi di DKI
Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghormati keputusan Rustam Effendi, Wali Kota Jakarta Utara, mundur dari jabatannya. Basuki menyatakan tidak bisa menahan keputusan Rustam. Dia menilai Rustam berkinerja baik meski ada sejumlah ketidakcocokan dengannya.
"Kami apresiasi sikapnya. Barangkali merasa tidak cocok, saya pikir tidak masalah. Saya tidak bisa menahannya. Menurut saya bukan karena candaan kemarin, tetapi ada prinsip yang beda," kata Basuki di Balai Kota Jakarta, Selasa (26/4).
Rustam mengajukan permohonan mundur dari jabatannya, Senin (25/4/2016) sore, melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Kepala BKD DKI Agus Suradika menyatakan, pihaknya menunggu disposisi gubernur untuk penunjukan pelaksana tugas (plt) Wali Kota Jakarta Utara, lalu meminta pertimbangan DPRD sebelum dilantik gubernur.
Rustam hanya mundur dari jabatan dan tetap berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta pasca pengunduran diri itu. Mengacu sebelumnya, sejumlah pejabat eselon II biasa ditempatkan di Badan Diklat DKI Jakarta pasca lepas jabatan.
Pada Selasa siang, Basuki menyampaikan, Wakil Wali Kota Jakarta Utara saat ini, yakni Wahyu Haryadi, akan menjabat Plt Wali Kota Jakarta Utara. Wahyu akan menjalankan tugas hingga terpilih wali kota definitif yang prosesnya diperkirakan setidaknya dua pekan.
Pengunduran diri Rustam bermula dari rapat koordinasi pengendalian banjir di Balai Kota Jakarta, Jumat pekan lalu. Dalam rapat itu, Basuki menyindir Rustam yang dinilai salah menganalisis penyebab timbulnya genangan di Pademangan, Jakarta Utara. Rustam berpendapat genangan muncul karena pengaruh rob, berdasarkan info yang ia terima dari anggota staf.
Akan tetapi, Basuki menganggap genangan timbul karena distribusi air yang tak merata ke saluran lain. Setengah berkelakar, Basuki menyindir Rustam yang dianggap tidak sejalan soal penggusuran, seperti ketika pengosongan Kalijodo dan Pasar Ikan beberapa waktu lalu.
"Semua tahu itu bercanda, tetapi saya kira panjang (pemicunya), bukan hanya candaan kemarin," kata Basuki.
Saat ditemui, Selasa kemarin, Rustam menuturkan, kinerja yang dianggap tidak maksimal membuat dia memutuskan mundur dari jabatannya.
"Saya ingin mengakhiri kisruh yang terjadi belakangan ini. Kalau bawahan dinilai kurang baik oleh atasan, menurut saya lebih baik mundur saja. Saya juga tegaskan, tidak pernah berpolitik karena saya sadar saya pegawai," tutur Rustam.
Rustam mengelak jika dianggap tidak mau menyelesaikan penertiban di wilayahnya. "Lagian kami baru saja menyelesaikan sejumlah penertiban, terakhir Pasar Ikan. Itu pun masih ada masalah karena ada warga yang menolak pindah," katanya.
Rustam menjabat sebagai wali kota selama 1 tahun 3 bulan dan akan pensiun tahun 2018.
Sejumlah wilayah yang telah ditertibkan adalah Kali Pakin di Pluit, Kali Karang, Kalijodo, Kolong Tol Sedyatmo dan, terakhir, Pasar Ikan, Penjaringan. Dalam penertiban terakhir ini, Rustam tidak aktif terlibat. Dia hanya datang saat hari penertiban berlangsung.
Rustam mengungkapkan, ada beberapa hal yang dia pelajari saat penertiban dilakukan. Sosialisasi, kepastian tempat relokasi, dan pendampingan harus dilakukan. Sebab, memindahkan orang itu ada caranya, tak bisa tergesa.
Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menuturkan, pada dasarnya ada aturan khusus di Jakarta membuat wali kota adalah kepanjangan tangan dari gubernur.
"Meski jarang terjadi, hal ini (pengunduran diri) bukan sebuah anomali. Apalagi melihat pola interaksi Gubernur DKI yang memegang penuh kendali. Jika merasa tidak mampu dan tidak nyaman, mundur merupakan sebuah pilihan," kata Ronald.
Akan tetapi, tambah Ronald, pola interaksi dan komunikasi pejabat di lingkungan Provinsi DKI Jakarta memang perlu diperbaiki. Kualitas relasi ikut menentukan produktivitas layanan ke masyarakat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment