Sejumlah Stigma Hari Buruh Harus Dihapus


Direktur INDEF Enny Srihartati

JAKARTA,  Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyarankan agar stigma yang menempel terkait mayday atau hari buruh pada 1 Mei dihilangkan. Misalnya stigma bahwa setiap 1 Mei selalu ada demonstrasi buruh yang anarkis.
"Stigma itu harus diakhiri," kata Enny dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (30/4/2016).
Stigma lainnya, kata Enny, adalah seolah demonstrasi tersebut menjadi ritual tahunan.
Seolah setiap tahun buruh harus menagih janjinya.
Begitu pula jika dilihat dari sisi pelaku dunia usaha, seolah tidak peduli dan hal ini terus berulang.
"Ini kan enggak benar," tutur Enny.
Namun di sisi lain, para buruh juga mendapatkan berbagai macam tekanan hidup dan merasa ada kenaikan upah tapi tak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan.
Karena itu, Enny mengatakan, dalam kondisi demikian harus ada representasi tripartit serta sinkronisasi antara buruh, pelaku usaha dan pemerintah.
"Apa yang bisa dioptimalkan dari kinerja para pelaku usaha, apa yang harus diimprovisasi dari buruh, dan negara juga harus hadir," kata Enny.
Dalam hal ini, kata Enny, sebetulnya sudah ada komitmen.
Pihak buruh sudah berkomitmen bahwa tuntutan tak akan neko-neko, hanya ingin upah layak.
Kelayakan tersebut dianggap akan berkontribusi terhadap ekonomi dan menaikkan daya beli masyarakat.
Namun, ia menambahkan, perlu dilihat pula apakah kehadiran pemerintah, minimal melalui paket kebijakan ekonomi 1 hingga 12 sudah cukup menjembatani kepentingan representasi itu.
"Menurut kami kehadiran pemerintah melalui paket-paket tersebut memang masih terbatas," ujar Enny.
Meski begitu, peluncuran paket-paket ekonomi tersebut dinilainya perlu diberikan apresiasi.
Jika memang masih ada kekurangan, justru bisa menjadi bahan evaluasi mengapa paket-paket ekonomi itu ibaratnya hanya sekadar numpang lewat.

No comments:

Post a Comment