Anggota Komisi I dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Charles Honoris, di Balai Kota, Kamis (14/4/2016).
JAKARTA, Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengatakan bahwa Fraksi PDI-P konsisten menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (Kamnas) di parlemen.
Menurut Charles, tidak ada urgensi untuk segera mengesahkan RUU
tersebut. Sebab, materi yang diatur dalam RUU Kamnas memiliki potensi abuse of power oleh aparat keamanan dan tumpang tindih dengan UU lain.
"Fraksi di DPR yang masih waras akan menolak RUU Kamnas," ujar Charles, dalam Seminar Nasional Membedah RUU Kamnas, di auditorium Gedung B, Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Rabu (27/4/2016).
Lebih lanjut Charles menjelaskan, dalam draf RUU Kamnas tahun 2015/2016 masih terdapat pasal-pasal yang bersifat multitafsir.
Dia mencontohkan soal definisi ancaman keamanan nasional yang tidak jelas. Aturan itu bersifat pasal karet dan masih mengidentifikasi warga negara yang kritis terhadap kekuasaan sebagai ancaman keamanan nasional.
Selain itu dia juga berpandangan bahwa RUU Kamnas berpeluang untuk memposisikan anggota TNI tidak pada tempatnya.
TNI, kata Charles akan memiliki tugas yang sama seperti Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Padahal tahun 1998 ketika Indonesia mengalami masa perubahan, ada tuntutan reformasi dari rakyat untuk menghapus dwifungsi agar profesionalisme TNI tetap terjaga," ujarnya.
Lebih jauh dia memandang isi draf RUU Kamnas juga berpeluang tumpang tindih dengan UU lain yang sudah ada.
Charles menuturkan, tata kelola sektor pertahanan dan keamanan sebagian besar telah diatur dalam berbagai undang-undang bidang pertahanan dan keamanan, misalnya UU Pertahanan, UU TNI, UU Polri dan UU Intelijen.
"Kita memang ingin punya tata kelola yang baik, tapi jangan menabrak peraturan yang ada. Kita punya UU TNI, Polri dan Intelijen, tinggal dioptimalkan saja," ucapnya.
"Fraksi di DPR yang masih waras akan menolak RUU Kamnas," ujar Charles, dalam Seminar Nasional Membedah RUU Kamnas, di auditorium Gedung B, Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Rabu (27/4/2016).
Lebih lanjut Charles menjelaskan, dalam draf RUU Kamnas tahun 2015/2016 masih terdapat pasal-pasal yang bersifat multitafsir.
Dia mencontohkan soal definisi ancaman keamanan nasional yang tidak jelas. Aturan itu bersifat pasal karet dan masih mengidentifikasi warga negara yang kritis terhadap kekuasaan sebagai ancaman keamanan nasional.
Selain itu dia juga berpandangan bahwa RUU Kamnas berpeluang untuk memposisikan anggota TNI tidak pada tempatnya.
TNI, kata Charles akan memiliki tugas yang sama seperti Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Padahal tahun 1998 ketika Indonesia mengalami masa perubahan, ada tuntutan reformasi dari rakyat untuk menghapus dwifungsi agar profesionalisme TNI tetap terjaga," ujarnya.
Lebih jauh dia memandang isi draf RUU Kamnas juga berpeluang tumpang tindih dengan UU lain yang sudah ada.
Charles menuturkan, tata kelola sektor pertahanan dan keamanan sebagian besar telah diatur dalam berbagai undang-undang bidang pertahanan dan keamanan, misalnya UU Pertahanan, UU TNI, UU Polri dan UU Intelijen.
"Kita memang ingin punya tata kelola yang baik, tapi jangan menabrak peraturan yang ada. Kita punya UU TNI, Polri dan Intelijen, tinggal dioptimalkan saja," ucapnya.
No comments:
Post a Comment