Jika Diwajibkan Pakai Jilbab, Pramugari Air France Ogah Terbang ke Iran


Para pramugari Air France mengatakan, mereka akan menolak terbang ke Teheran, ibu kota Iran, jika diwajibkan untuk memakai jilbab.

PARIS,  Para pramugrai pesawat Air France yang segera melayani rute Paris, Perancis, dan Teheran , Iran, menolak kewajiban memakai kerudung, jilbab, atau cadar. Kewajiban itu dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap mereka.
Para pramugari atau perempuan awak kabin telah diwajibkan untuk menutup rambutnya saat mereka akan mendarat di Teheran. Serikat pekerja maskapai Perancis  menolaknya.
Air France dijadwalkan terbang tiga kali seminggu antara Paris- Teheran sejak 17 April, setelah setelah delapan tahun putus.
Normalisasi layanan itu terjadi menyusul mencairnya hubungan sejak Iran setuju atas tuntutan negara besar, termasuk Perancis, mengurangi program nuklirnya.
Serikat pekerja Air France menuntut manajemen agar pemakaian penutup kepala bagi para perempuan awak kabin tidak besifat wajib, melainkan sukarela. Jika pemakaian jilbab diwajibkan, para pramugrari akan mogok terbang.
Perempuan Iran telah diwajibkan oleh hukum negara itu untuk menutup rambut mereka atau siap mereka akan didenda jika tidak mengenakan kerudung, jilbab, atau cadar. Peraturan itu berlaku sejak Revolusi Islam tahun 1979.
Berbeda dengan Perancis, sebuah negara sekuler yang menghargai kebebasan individu.  Penggunakan simbol-simbol agama tidak dilarang, tetapi tidak mengharuskan warganya untuk mengenakannya. Hukum gereja dan negara telah dipisahkan sejak tahun 1905.
Wanita Perancis menilai kewajiban memakai jilbab,  atau kerudung wanita Muslim umumnya, sebagai penghinaan terhadap martabat mereka. Jilbab dilarang di sekolah-sekolah negeri dan kantor di Perancis. Pemakaian cadar di ruang publik dinyatakan ilegal.
Flore Arrighi, Ketua Union des Navigants de l’Aviation Civile (UNAC) atau Serikat Awak Penerbangan Perancis , mengatakan, yang dipersoalkan serikat  bukan soal “pemakaian jilbab di Iran”. Namun, keharusan untuk memakai jilbab bagi pramugrari itulah yang jadi soal.
"Bukan tugas kami untuk memberikan penilaian soal pemakaian jilbab atau cadar di Iran. Apa yang kami cela adalah hal itu mau dibuat wajib. Pramugari harus diberikan hak untuk menolak penerbangan ini, " kata Arrighi. Ia mengatakan,  staf perempuan memiliki kebebasan individu.
Bagi maskapai penerbangan Perancis yang sakit secara finansial melihat normalnya penerbangan ke Teheran sebagai pengembangan bisnis yang "sangat baik". Para staf maskapai diwajibkan untuk mematuhi aturan Iran.
"Toleransi dan menghormati adat istiadat dari negara-negara yang kami layani adalah bagian dari nilai-nilai perusahaan kami," kata juru bicara Air France.
Air France menyatakan, hukum Perancis memungkinkan "pembatasan kebebasan individu" jika "dibenarkan oleh sifat tugas yang harus dicapai."

No comments:

Post a Comment