Aturan Penahanan Terduga Teroris Diminta Utamakan Asas Praduga Tak Bersalah


Enam orang terduga teroris dipindahkan dari Markas Detasemen B Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur, di Malang ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, beberapa waktu lalu.

JAKARTA,  Guru Besar FISIP UI Burhan Magenda meminta agar DPR kaji aturan penahanan terduga teroris dalam salah satu poin revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Burhan meminta agar asas praduga tak bersalah dipertimbangkan dalam poin soal penahanan.
"Kalau hanya dugaan, saya kira tidak bisa seseorang ditahan. Harus memperhatikan praduga tak bersalah," ujar Burhan dalam Seminar Antisipasi Terorisme di Cikini, Jakarta, Minggu (3/4/2016).
Menurut dia, status perlu dipastikan sebelum seseorang ditahan oleh penegak hukum. Misalnya, penahanan seseorang harus disertai bukti kuat bahwa ia terlibat dalam aksi terorisme.
Burhan mengkhawatirkan, mudahnya penahanan seseorang dapat disalahgunakan oleh penegak hukum.
"Harus ada pelanggaran hukum untuk menahan seseorang," kata Burhan.
Menurut salah satu poin dalam draf revisi UU Antiterorisme, penegak hukum diberikan kewenangan untuk menempatkan seseorang yang diduga pelaku terorisme dalam suatu tempat selama enam bulan.
Para aktivis juga mengkritik poin dalam salah satu pasal tersebut. Waktu penahanan selama 6 bulan dianggap melanggar hak asasi manusia, dan berpotensi pada terjadinya penyiksaan terhadap terduga teroris.

No comments:

Post a Comment