Pemerintah dan DPR Dinilai Pro-industri Rokok


Imam Prasodjo


JAKARTA, - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang relatif lancar dinilai berkait dengan keengganan pemerintah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasodjo, ada indikasi eksekutif dan legislatif punya keinginan dan prinsip yang sama: tak mau meratifikasi FCTC.
"Iya, mereka bisa saja bergabung. Ada eksekutif dari partai, ya aliansi busuk bisa saja terjadi, baik di legislatif maupun eksekutif," kata Imam dalam diskusi 'Kejar Tayang Baleg DPR RI terhadap Ruu Pertembakauan' di Jakarta, Minggu (26/6/2016).

"Saya tidak katakan semua, tapi memang banyak. Jadi mereka yang mata duitan, mengorbankan kepentingan yang lebih besar," ujar dia.
Selain itu, Imam juga menyayangkan upaya pemerintah, misalnya Menteri Kesehatan, yang semangatnya semakin kendur untuk mendorong presiden meratifikasi FCTC. Padahal, Menkes memiliki peran yang sangat strategis untuk mengupayakan kesehatan masyarakat Indonesia.
"Ini pemerintah dilobi juga, Menkes yang seharusnya menjadi bagian untuk mengupayakan FCTC upaya perjuangannya malah mengendur," kata dia.
Di tempat yang sama, Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) Kartono Mohamad khawatir RUU Pertembakauan justru akan menghalangi pemerintah untuk meratifikasi FCTC. Kartono melihat banyak pertentangan di RUU Pertembakauan dan isi FCTC.

"Tujuannya sangat tersembunyi, menjadikan pemerintah akan sulit untuk menandatangani FCTC," ujar dia.
Menurut Kartono, beberapa pasal di RUU Tembakau bertentangan dengan isi FCTC. Misalnya, FCTC ingin produksi rokok dikurangi, sementara RUU Pertembakauan justru hendak menaikkan produki rokok.
Selain itu, dalam FCTC rokok dilarang mengiklankan dan mensponsori. Namun, dalam RUU Pertembakauan iklan dan sponsor rokok diperbolehkan.

No comments:

Post a Comment