"Kedaulatan RI Tak Boleh Diganggu Hubungan Dagang dengan China"


Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutan kenegaraan di Great Hall of the People di Beijing, Kamis (26/3/2015).

JAKARTA,  Kapal China kembali melanggar kedaulatan wilayah Indonesia dengan melakukan penangkapan ikan di Laut Natuna pada Jumat (17/6/2016) lalu, tetapi berhasil ditangkap oleh kapal TNI AL. Pemerintah China bereaksi dengan melayangkan protes kepada pemerintah Indonesia.
Atas peristiwa itu, Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Meutya Hafid mengatakan, Indonesia tidak perlu merisaukan hubungan ekonomi yang terjalin dengan China.
Ia meminta, pemerintah Indonesia mengedepankan kedaulatan di atas hubungan perekonomian. Kedaulatan Indonesia tidak bisa diganggu gugat oleh kepentingan apapun.
"Indonesia punya kepentingan ekonomi yang besar terhadap China, China pun demikian. Kita saling hubungan dalam bidang ekonomi itu sangat baik. Tapi kemudian kalau kita bicara kedaulatan itu hal yang terpisah dan itu tidak boleh diganggu gugat dengan hubungan dagang manapun," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/6/2016).
Meutya menilai, kedaualan Negara berada di atas segalanya. Bila ada pihak lain yang menggangu kedaulatan, kata dia, Indonesia wajib pertahankan.

Meutya mengimbau kepada pemerintah China untuk memahami batas wilayah antar Negara. Indonesia berhak memproses secara hukum pelanggaran batas wilayah oleh Negara lain.
"Kalau memang melanggar batas wilayah, ya harus ada sanksi. China harus paham itu. Ini kan insiden sudah tiga kali," ucap dia.
TNI AL menangkap kapal berbendera China, Han Tan Cou 19038, beserta tujuh awak kapal. Kapal itu salah satu dari 12 kapal yang mencuri ikan di kawasan Natuna.

Dalam penangkapan kapal tersebut, Kapal Coast Guard China sempat meminta Han Tan Cou dilepaskan. Namun, permintaan itu tidak digubris.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan bahwa Indonesia dan China tidak memiliki masalah tumpang-tindih wilayah di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Dengan demikian, protes China atas tindakan TNI AL yang menangkap kapal Tiongkok di sana tidak berdasar.
Dalam protes yang dimuat kantor berita Prancis AFP, jubir Kemlu Tiongkok mengatakan perairan Natuna termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka sehingga penangkapan tersebut melanggar hak.
Sementara itu, seperti dikutip dari Kantor Berita Xinhua, Tiongkok menyebut status Natuna masih belum jelas karena diklaim oleh Tiongkok dan Indonesia.

"Buat Indonesia, selain kita tidak memiliki 'overlapping claim' di laut teritorial, Indonesia juga tidak memiliki 'overlapping' dalam bentuk apa pun dengan Tiongkok," kata Menlu Retno.

No comments:

Post a Comment