JPU Bantah Penasihat Hukum Jessica soal Definisi Pembunuhan Berencana


Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, saat menghadiri sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).

JAKARTA,  Penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, dinilai keliru mendefinisikan pembunuhan berencana. Menurut penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, pembunuhan berencana terdiri dari tiga tahapan, yakni persiapan, permulaan pelaksanaan, dan tahap pelaksanaan.

"Menurut penuntut umum adalah bukan merupakan gambaran dari suatu pembunuhan berencana dan merupakan suatu pendapat yang keliru serta menyesatkan," kata JPU, Ardito Muwardi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).

Uraian pembunuhan berencana berdasarkan penuturan penasihat hukum Jessica dinilai menitikberatkan suatu pembunuhan berencana pada obyek atau alat untuk memberatkan tindak pidana. Sementara mengabaikan peran subyek atau pelaku tindak pidana.

Padahal, kata jaksa, peran subyek penting dalam memberikan gambaran tentang adanya ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga saat pelaksanaan.

Anggapan jaksa didukung oleh doktrin dan teori hukum tentang Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dalam pasal itu dibeberkan bahwa adanya tindakan rencana terlebih dulu untuk merampas nyawa orang lain.

"Sama sekali tidak mengharuskan adanya penguraian tiga tahapan tersebut terhadap obyek (racun), melainkan penguraian tiga tahapan tersebut terhadap subyek (pelaku)," kata Ardito.

JPU sebelumnya memberikan dakwaan tunggal terhadap Jessica Kumala Wongso, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Namun, kuasa hukum Jessica membantah semua dakwaan jaksa.

Jessica didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap teman kuliahnya, Wayan Mirna Salihin, di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016.

No comments:

Post a Comment