Pemerintah Malaysia Akhirnya Merestui Sekolah untuk Anak TKI di Sarawak
Jahar Gultom saat memberikan sambutan dalam Penyerahan sertifikat persetujuan yang dilakukan oleh Wakil Direktur Bagian Pendidikan Swasta, Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM), Ahmad Lotfi Bin Zubir di CLC Ladang Tiga, Sarawak,Malaysia (22/10/2016)
SARAWAK, Setelah menunggu sejak tahun 2014 dengan melalui proses yang panjang, pengurusan perizinan pendirian Community Learning Center (CLC) di Sarawak akhirnya disetujui Malaysia. Penyerahan sertifikat persetujuan tersebut dilakukan oleh Wakil Direktur Bagian Pendidikan Swasta, Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM), Ahmad Lotfi Bin Zubir kepada 8 unit CLC yang sebelumnya telah mendaftar dan diperiksa oleh KPM, Jumat (22/10/2016).
Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom mengatakan, penyerahan ini dilakukan dalam sebuah acara yang dilaksanakan di CLC Ladang Tiga yang dihadiri Atase Pendidikan dan Kebudayan KBRI Kuala Lumpur, Profesor Ari Purbayanto.
"Saat ini terdapat 16 buah CLC di Sarawak yang menampung sejumlah 860 anak-anak TKI di Sarawak yang tersebar di daerah Miri, Bintulu, Mukah dan Simunjan. Sebanyak 8 dari 16 CLC tersebut sudah terdaftar resmi pada KPM sementara selebihnya masih dalam proses," ujar Jahar kepada Kompas.com, Selasa (25/10/2016).
Berdasarkan data dari Imigrasi Malaysia, terdapat sekitar 3.600 anak-anak TKI yang ikut orang tuanya bekerja sebagai TKI di perkebunan Kelapa Sawit di Sarawak.
Di antara mereka, ada yang memang lahir di Sarawak dan ada yang sengaja dibawa masuk oleh orang tuanya karena tidak ada yang mengasuh di Indonesia.
Sejak tahun 2010 pemerintah Indonesia melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur bekerjasama dengan pihak perusahaan pengguna TKI secara intensif berupaya untuk memberikan layanan dan perhatian terhadap pendidikan anak-anak tersebut.
"Di antara upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana pendidikan serta pelatihan bagi tenaga pendidik yang sudah ada. Bantuan dari pemerintah Indonesia tidak dapat dilakukan secara maksimal karena terkendala dengan keberadaan CLC-CLC ini di Sarawak adalah ilegal," ungkap Jahar.
"Misalnya pengiriman guru professional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak dapat dilakukan karena mereka tidak dapat dibuatkan izin tinggal," tambahnya.
Setelah adanya kesepakatan antara pemimpin kedua negara, sejak tahun 2014 KJRI Kuching dan Atdikbud KBRI Kuala Lumpu terus berusaha mengupayakan agar keberadaan CLC di Sarawak ini dapat diakui legalitasnya oleh pemerintah setempat yang mana nantinya lembaga pendidikan ini dapat mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana institusi pendidikan lainnya di Indonesia.
Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan dan kerja sama yang baik yang dilakukan oleh KJRI Kuching dengan Dinas Pendidikan Negeri Sarawak dan Pemerintah Negeri Sarawak di tingkat daerah, dan pendekatan yang dilakukan oleh KBRI KL dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pelajaran Malaysia.
Dengan adanya persetujuan ini, jelas Jahar, berarti adanya dukungan penuh dari Pemerintah Sarawak untuk jaminan hak pendidikan bagi anak-anak buruh migran Indonesia.
"Dengan terdaftarnya CLC sebagai suatu pusat belajar bagi anak-anak TKI, maka ke depannya akan banyak perubahan ke arah positif seperti upaya pengurusan status anak-anak CLC sebagai pelajar, status guru CLC, pemenuhan kebutuhan belajar mengajar, dan sebagainya," katanya.
Persetujuan ini juga menjadi angin segar bagi para guru CLC untuk mendapatkan bantuan yang lebih banyak lagi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk peningkatan status sebagai guru pada CLC, serta untuk peningkatan kapasitas guru-guru.
"Yang paling utama adalah untuk menambah jumlah guru karena masih banyak sekali kebutuhan guru yang belum tercukupi," katanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment