Bolehkah Seorang Plt Gubernur Mengesahkan APBD?


Acara peresmian dan serah terima nota pengantar tugas Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakartadi Gedung Kemendagri, Rabu (26/10/2016) siang.

JAKARTA,  Kementerian Dalam Negeri , Rabu (26/10/2016), secara resmi menunjuk Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Sumarsono, untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur DKI Jakarta selama empat bulan ke depan.
Hal itu dilakukan karena pejabat petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, harus cuti karena statusnya sebagai calon gubernur yang akan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017.
Selama mengisi jabatan Gubernur DKI, Soni (sapaan Sumarsono) akan berstatus Pelaksana Tugas (Plt).
Kemendagri baru saja menerbitkan Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2016 guna mengatur kewenangan Plt. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki Plt Gubernur adalah menandatangani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Namun, Ahok mengkritik pemberian kewenangan itu. Ia menilai seorang Plt seharusnya tidak bisa diberi kewenangan untuk mengesahkan keputusan strategis, tak terkecuali pengesahan APBD.
Ahok mengatakan, argumennnya itu mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ahok menilai APBD yang disahkan seorang Plt rawan untuk digugat.
"Kalau sampai ada gugatan apapun berarti yang salah ada di Permendagri, bukan saya lho," kata Ahok di Balai Kota, pekan ini.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan dalam Pasal 6 ayat 1 bahwa presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sedangkan ayat 2 huruf b disebutkan, kekuasaan pengelolaan keuangan dapat dikuasakan kepada menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang kementerian negara atau lembaga yang dipimpinnya.
Sementara ayat 2 huruf c disebutkan, kekuasaan pengelolaan keuangan di tingkat daerah diserahkan kepada gubernur, bupati, wali kota, selaku kepala pemerintah dan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Atas dasar itu, Ahok menilai peraturan yang diatur dalam Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 bertabrakan dengan peraturan yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003.
"Itu pengertian kita belasan tahun bertata negara. Kok tiba-tiba demi mempertahankan UU Pemilu ini, semua peraturan dilanggar, lalu Permendagri diperkuat?" ujar Ahok.
Ahok mengatakan, kewenangan untuk menandatangani APBD seharusnya tetap ada pada gubernur petahana sebagai kepala daerah. Ia menilai pejabat sementara yang memiliki kewenangan serupa seharusnya adalah pejabat yang berstatus Pj.
Pj biasanya adalah pejabat yang ditunjuk saat kepala daerah dan wakilnya telah habis masa jabatannya tetapi di sisi lain belum ada penggantinya.
Dalam kasus pilkada serentak 2017, termasuk di DKI Jakarta, Kemendagri menujuk pejabat sementara berstatus Plt karena kepala daerah petahana dan wakilnya, yang mencalonkan diri, akan kembali menempati jabatan tersebut setelah selesainya semua proses Pilkada.
"Kata Kemendagri sah, apa Permendagri bisa mengalahkan undang-undang bahkan UUD 1945? Itu sesuatu yang kita bisa berdebat," kata Ahok pada kesempatan berbeda.
Saat ini, Pemprov DKI tengah menyusun rancangan APBD 2017. Pengesahannya ditargetkan sudah bisa dilakukan pada Desember 2016, saat Ahok masih terikat keharusan cuti selama masa kampanye.
Sebelum akhirnya mengajukan cuti, beberapa waktu lalu Ahok telah menyatakan keberatan harus cuti. Salah satu alasan yang dilontarkannya adalah keinginan untuk tetap bisa menyusun dan mengesahkan APBD 2017.
Hal itulah yang kemudian membuatnya kemudian mengajukan uji materi terhadap Pasal 70 ayat 3 Undang-undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) di hkamah Konstitusi (MK). Menurut Ahok, hanya MK yang nantinya bisa memutuskan boleh atau tidaknya seoranng Plt mengesahkan APBD.
"Itulah kenapa kita butuh ada Mahkamah Kontitusi. Supaya kalau ada kebingungan soal konstitusi bisa dibawa ke sana," ujar Ahok.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, terdapat lima tugas pokok plt kepala daerah yang diatur dalam peraturan tersebut. Selain mengesahkan APBD, tugas-tugas lainnya adalah mengawal dan menyukseskan penyelenggaraan pilkada serentak 2017, menata organisasi perangkat daerah serta struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, pengisian personel sesuai SOTK, serta melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari.
"Hal-hal yang strategis tersebut oleh Plt akan senantiasa dikonsultasikan, dilaporkan, dan mendapat persetujuan Mendagri untuk pengendaliannya," ujar Tjahjo.
Mantan Hakim MK, Harjono, menyatakan kewenangan untuk mengesahkan APBD tidak bisa digantikan oleh Plt. Karena ia menilai kewenangan gubernur tidak bisa digantikan oleh menteri.
Dalam kasus ini, Harjono menempatkan posisi Plt sebagai seseorang yang mewakili tugas mendagri.
"Kan jelas presiden menyerahkan kepada gubernur. Kalau menteri hanya kuasa. Jadi karena sudah diserahkan, gubernur yang paling kuat," kata Harjono saat dihubungi, Rabu (26/10/2016).
Menurut Harjono, UU Keuangan Negara sudah secara tegas menyatakan pengelolaan keuangan di tingkat daerah menjadi kewenangan kepala daerah.
"Jadi diserahkan kepada kepala daerah atau dalam hal ini gubernur. Bukan ke menteri. Kalau diserahkan itu adanya delegasi kekuasaan. Kalau menteri kan hanya dikuasakan, tidak bisa didelegasikan," ucap Harjono.
Proses sidang uji materi Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada di MK masih berlangsung sampai dengan saat ini. Putusannya akan segera diumumkan dalam waktu dekat.

No comments:

Post a Comment