Demi Lindungi Pengidap HIV, Agus Sempat Menyamar Jadi "Debt Collector"

 
Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. 

TEMANGGUNG, Mendampingi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan pekerjaan yang dicita-citakan oleh Agus Anang yang saat ini menjabat sebagai pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Pria 40 tahun itu semula hanya seorang relawan di PMI Kabupaten Temanggung. Namun berkat kinerjanya yang dinilai bagus, sekitar tahun 2008, Sekretaris Daerah Kabupaten Temanggung kala itu merekomendasikan dirinya menjadi anggota KPA setempat.

Sejak saat itu, Agus bergelut dengan program penanggulangan HIV/AIDS, maka praktis ia pun harus 'berkawan' dengan ratusan ODHA yang tersebar di wilayah ini.

Ada rasa kekhawatiran yang tentu dirasakan oleh pria asal Desa Ngemplak, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung itu. Betapa tidak, virus HIV termasuk virus mematikan yang bisa menular dari manusia ke manusia.

Jika tak hati-hati bukan tidak mungkin Agus bisa ikut terjangkit. Di sisi lain, Agus merasa pekerjaannya menampingi ODHA merupakan pekerjaan mulia.

"Niat saya ibadah dan menolong orang, itu yang membuat saya bertahan dengan pekerjaan ini," ujar Agus di kantor KPA Kabupaten Temanggung, Selasa (1/12/2015).

Agus tidak memungkiri, suka dan duka pernah dialami sepanjang mendampingi ODHA dan keluarganya. Agus kerap bekerja di luar jam kerjanya sampai harus pergi pelosok wilayah Kabupaten Temanggung untuk mendampingi dan sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS.

Demi melindungi ODHA dan keluarganya, Agus bahkan kerap menyamar sebagai sales produk sampai mengaku sebagai debt collector sebuah leasing kendaraan bermotor.

"Setelah mendapat data pasien yang positif HIV/AID dari rumah sakit maka tugas saya mendatangi pasien itu, saya cari rumahnya, saya kerap mengaku sebagai sales atau debt collector saat ditanya tetangga pasien atau kerabatnya yang belum tahu kondisi sebenarnya," kata Agus.

"Tujuannya saya ingin melindungi pasien dan keluarganya," lanjut Bapak satu putra bernama Iman Basuki ini.

Sejauh ini, imbuhnya, masih banyak masyarakat yang berperilaku diskriminatif terhadap ODHA. Padahal ODHA sama halnya dengan pasien penyakit lainnya yang perlu dirangkul dan diberi motivasi, bukan justru dikucilkan.

Agus menceritakan, saat ia mendampingi ODHA usia sekolah dasar, dia bercerita bahwa anak itu hampir dikeluarkan oleh pihak sekolah karena khawatir akan menular ke siswa lainnya.

Namun berkat penjelasannya tentang HIV/AIDS kepada sekolah, anak tersebut masih bisa mengenyam pendidikan sampai saat ini.

"Saya tegaskan kalau sekolah sampai mengeluarkan ODHA, maka sekolah sama saja sudah diskriminasi. HIV/AIDS menular dengan cara-cara tertentu seperti hubungan seksual dan bergantian jarum suntik, kalau sekedar salaman saja tidak akan tertular," tegas Agus.

Intervensi

Pendampingan terhadap ODHA bukan sekedar memberikan konsultasi maupun pengobatan saja. Menurut suami dari Imah ini, pendampingan juga sampai pada persoalan pribadi sang pasien, mulai dari kehidupan pernikahan, anak, sampai urusan seksual pasien.

Agus mencontohkan, ketika ada dua pasang ODHA atau salah satu ODHA akan menikah maka wajib berjanji di hadapan teman-teman kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk setia pada satu pasangan jika resmi menjadi suami/istri.

"Jangan sampai mereka bercerai lalu ganti pasangan lagi, maka resiko penularan HIV/AIDS akan semakin tinggi. Kalau sampai bercerai maka kami akan berusaha agar mereka rujuk lagi," tandas Agus.

Agus juga kerap "mengintervensi" pasangan-pasangan selingkuhan di lingkungan sekitarnya. Ia mendeteksi orang-orang yang dimungkinkan terjangkit HIV/AIDS untuk mau memeriksakan diri dan tidak lagi berganti-ganti pasangan, atau setidaknya berhubungan seksual dengan aman.

"Ini demi memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS," tegas Agus.

Pengalaman menarik lainnya yang dialami Agus dan anggota KPA lainnya adalah ketika harus mendampingi ibu-ibu hamil yang positif HIV/AIDS. Ia lah yang harus mengantara pasien dari pemeriksaan ke dokter setiap bulan sampai proses melahirkan pasien di rumah sakit.

"Istri saya suka cemburu karena saya sering mengantar ibu hamil ke rumah sakit," ujar Agus terkekeh.

Menurut dia, apa yang dilakukan tersebut demi mencegah penularan virus yang belum ditemukan obatnya itu.

Dia menjelaskan, bayi yang lahir dari ibu positif HIV/AIDA maka akan berisiko besar tertular. Namun, risiko itu bisa dihindari dengan upaya bedah caesar menggunakan prosedur dan alat yang memadai.

"Kami harus memastikan sang ibu akan melahirkan dengan cara yang tepat agar bayi sehat. Tapi ada juga ibu positif HIV/AIDS tapi bersikeras melahirkan normal, sampai mereka melarikan diri ke luar kota juga ada," paparnya.

Sejauh ini, lanjut Agus, setidaknya ada tujuh ibu hamil yang positif HIV/AIDS di Kabupaten Temanggung yang sedang didampinginya. Seluruh ODHA yang tercatat di KPA setempat, per November 2015, sebanyak 324 orang, meliputi 184 orang positif HIV dan 140 orang AIDS.

Angka ini merupakan data akumulasi KPA Kabupaten Temanggung sejak tahun 1997.

No comments:

Post a Comment