Tanggapan RW atas Penghapusan Kewajiban Lapor via Qlue

 
QLUE Infographic permasalahan yang dikeluhkan warga Jakarta yang masuk melalui laporan-laporan warga yang masuk melalui aplikasi sosial media QLUE sepanjang tahun 2015.

JAKARTA, Dihapusnya kewajiban pelaporan oleh RT/RW melalui aplikasi pengaduan Qlue mendapat sambutan positif dari kalangan RT/RW. Setidaknya, demikian yang disampaikan Ketua RW 012 Kelurahan Duri Kosambi, Alisan (57), Rabu (18/1/2017).
“Bagus, memang harusnya dicabut. Bayangkan, kami seperti minum obat dibuatnya sehari tiga kali lapor. Saya konsisten saja, sejak diberlakukan, (saya) tak pernah lapor. Warga yang menilai apa saya bekerja benar atau tidak,” ujar Alisan.
Sebelumnya, kebijakan yang dimuat dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 903 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW ini dinilai memberatkan bagi sebagian RT/RW.
Berdasarkan aturan itu, ketua RT dan RW wajib melapor sebanyak tiga kali dalam sehari. Setiap satu laporan yang disampaikan itu bernilai insentif Rp 10.000 untuk RT dan Rp 12.500 untuk RW.
Insentif itu juga bukan digunakan untuk keperluan pribadi RT dan RW, melainkan sebagai dana operasional.

Menurut Alisan, ketua RT atau RW adalah orang-orang sosial. Pekerjaannya tak bisa dihitung secara kuantitas. “Kerjanya kalau mau tahu lebih dari 24 jam melayani masyarakat,” kata dia.
Ia bercerita, terkadang ada saja warga yang membangunkannya tengah malam. Ia pun harus melayani warga tersebut.
“Ada maling-lah, rampok-lah atau ada warga yang sakit. Sudahlah biar kami melayani masyarakat secara sukarela, tak perlu dana operasional dihitung berdasarkan laporan Qlue cukup surat pertanggungjawaban (SPJ) seperti biasanya saja,” kata dia.
Setali tiga uang, Ketua RW 04 Kelurahan Tanjung Duren Utara, Suzanto Sumaryono, menyampaian hal senada.
Menurut dia, tak tepat apabila ketua RT/RW diatur seperti itu. Lagi pula, kata dia, dana operasional yang diberikan nilainya tidak bombastis.
“Kalau lewat Qlue yang dilihat kuantitas. Artinya, kualitasnya tak bisa dipertanggungjawabkan. Lagi pula, berapa yang kami dapat? Dana operasional tak bernilai bombastis sejak dulu. Sudahlah biar kami menjalankan amanah ini tanpa hitung-hitungan seperti itu,” ujar Suzanto yang juga menjawabat Ketua Forum RW Tanjung Duren Utara itu. 
Karena itu, kata Suzanto, dia yakin bahwa semua ketua RT/RW mendukung dan senang kalau pergub tersebut dicabut. Sejak sosialisasi peraturan dilakukan, kata dia, banyak yang menentang aturan ini.

Ia menilai, akan lebih efektif pertanggungjawaban RT/RW disampaikan dalam bentuk surat pertanggungjawaban (SPJ) dibanding pelaporan via Qlue.
Sebelum ada peraturan mengenai kewajiban melapor via Qlue, dana operasional didapat ketua RT/RW lewat SPJ per tiga bulan.
“Pekerjaan ketua RT/RW sebenarnya banyak. Kami melayani masyarakat, ibaratnya dari yang lahir sampai meninggal. Belum pertemuan dengan lurah, wali kota, dan tamu-tamu pemerintah daerah,” ujar dia.

No comments:

Post a Comment