Wiranto: Saya Tak Setuju Istilah Pribumi dan Non-pribumi
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto saat berbicara dalam forum diskusi kebangsaan yang diselenggarakan oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) di Plaza Sinarmas, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
JAKARTA, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa terminologi pribumi dan non-pribumi yang kerap ditujukan pada warga keturunan Tionghoa tidak lagi sesuai dengan konsep kebangsaan saat ini. Wiranto menilai, terminologi seperti itu justru berpotensi memecah belah persatuan dan menghambat proses integrasi.
"Saya tidak setuju dengan istilah pribumi dan non-pribumi," ujar Wiranto dalam forum diskusi kebangsaan yang diselenggarakan oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) di Plaza Sinarmas, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
"Siapa pun yang berjuang untuk Indonesia, dia adalah pribumi. Istilah pribumi dan non-pribumi akan menghambat dalam merawat kebinekaan," kata dia.
Wiranto menjelaskan, sebelum masa kemerdekaan, masyarakat Tionghoa sudah menyatu di Indonesia. Mereka juga memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan.
Dengan demikian, kesadaran untuk membela negara sudah tumbuh di kalangan masyarakat Tionghoa karena mereka lahir dan dibesarkan sebagai bangsa Indonesia.
"Kalau orang itu sadar lahir di Indonesia, sadar dan merasa memiliki negeri ini, berjuang dan membela negeri ini, maka dia pribumi," ucapnya.
Namun, Wiranto juga melihat, proses pembauran di tengah masyarakat belum berjalan dengan baik. Masyarakat masih terbelah dalam kelompok mayoritas dan minoritas.
"Ada kesadaran di antara kita bahwa minoritas dan mayoritas tidak boleh terbelah. Minoritas harus ikut membaur dan ada kesatuan dengan mayoritas. Kelompok mayoritas pun harus membaur dengan minoritas sehingga mayoritas-minoritas tidak ada lagi dalam konteks kebangsaan," kata Wiranto.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PSMTI David Herman Jaya berharap, perayaan Imlek pada 28 Januari 2016 mendatang bisa menjadi momentum bagi warga keturunan Tionghoa untuk menegaskan identitas kebangsaannya.
Di tengah maraknya isu SARA belakangan ini, dia meminta warga keturunan tidak bersikap eksklusif dan mau membaur dengan seluruh kelompok masyarakat.
Bagi David, NKRI merupakan satu konsep yang harus dipegang oleh masyarakat yang beragam. Dengan begitu, isu SARA bisa diredam.
"NKRI harga mati untuk Tionghoa Indonesia. Sebab, kebinekaan itu sudah dibentuk sejak zaman Majapahit," ujar dia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment