Demokrat Balas Kicauan Anas dengan Falsafah Jawa


Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kanan) tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta untuk menjalani sidang vonis Kamis (24/9/2014). Anas diduga terlibat korupsi dalam proyek Hambalang, yang juga melibatkan mantan Menpora Andi Malarangeng.

JAKARTA, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo enggan berkomentar panjang soal kicauan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum melalui akun Twitter-nya.
Roy mengatakan, ia tak mau "menari di gendang orang".
"Lebih baik menjawabnya dengan falsafah Jawa saja, mikul dhuwur mendhem jero," kata Roy, melalui pesan singkat, Rabu (25/1/2017).
Adapun kicauan Anas pada Selasa (24/1/2017) kemarin memuat tiga kalimat dengan bahasa Indonesia tentang negarawan yang bersifat politisi.
 
Tiga kicauan itu adalah: "1. Negarawan mengutamakan pupuk. Politisi menyukai karbit. *abah."
"2. Negarawan memperjuangkan generasi berikutnya. Politisi memperjuangkan keturunan berikutnya. *abah."
"3. Demokrasi menjunjung kepentingan rakyat. Dinasti memanggil kepentingan anak. *abah."
Lebih jauh, Roy tak mau menanggapinya. Ia kembali menekankan bahwa pernyataan Anas seharusnya diinterpretasikan seperti falsafah yang diungkapkannya, "mikul dhuwur mendem jero."
"Menjunjung tinggi yang baik dan tidak perlu menonjolkan yang kurang baik," ujar Roy.
Sebelumnya, I Gede Pasek Suardika, politisi yang selama ini dikenal dekat dengan Anas, menilai kicauan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat agar dapat membedakan mana sikap seorang negarawanan dan sikap seorang politisi.
 
"Ini penting agar publik tidak terkecoh dengan tampilan semu yang sekarang banyak menghipnotis," kata Pasek. Pesan tersebut dianggapnya penting agar publik tidak tertipu, terutama dalam menghadapi dinamika politik yang belakangan terjadi.
"Cukup sudah AU dan beberapa orang tertipu dan menjadi korbannya. Jangan sampai publik semua menjadi korban berikutnya karena sangat berbahaya," ujarnya.

No comments:

Post a Comment