Jokowi Singgung Kasus Emirsyah Satar di Depan Para Bos BUMN


Presiden Joko Widodo di acara bicara kasus yang menjerat mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar di depan bos-bos BUMN di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/1/2017).

JAKARTA,  Presiden Joko Widodo menyinggung kasus mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar, yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus itu disinggung Jokowi di hadapan ratusan bos Badan Usaha Milik Negara dalam acara Executive Leadership Program (ELP) bagi Direksi BUMN, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
"Saya minta semua BUMN betul-betul jangan sampai ada yang kena masalah lagi. Saya enggak mau ada yang kena masalah lagi. Baik dirut, direksi, baik di bawahnya, jangan sampai, hati-hati semuanya," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, di era keterbukaan seperti ini, apabila seorang pejabat melakukan korupsi, maka kesalahannya itu bisa jadi baru terungkap 5-10 tahun yang akan datang.
"Hati-hati kejadian 2012 ketemunya sekarang. Hati-hati, saya enggak ngomong di BUMN mana, tapi gambarnya ada," kata Jokowi.
Layar besar di belakang Jokowi lalu menampilkan dua gambar. Di gambar sebelah kiri terpampang pesawat Garuda Indonesia.

Sementara gambar di sebelah kanan hanya menampilkan bagian mesinnya. Sebagian bos BUMN langsung tertawa merespons sindiran Jokowi itu.
"Hati-hati. Jangan sampai ada yang datang ke saudara atas nama saya, siapa pun enggak mau saya nama saya dipakai-pakai. Enggak, siapa pun entah orang dekat saya, saudara saya, enggak ada," ucap Jokowi.
Namun, Jokowi juga meminta petinggi BUMN tidak takut dalam mengambil keputusan atau kebijakan apabila memang tidak melakukan kesalahan apa pun.
"Ini saya ingatkan. Kenapa saya ingatkan? Karena saya mencintai saudara-saudara semuanya, jangan sampai kena," ujar Presiden.

Emirsyah sebelumnya mengaku tidak pernah menerima suap selama menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia (Persero).
"Sepengetahuan saya, selama saya menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan yang koruptif ataupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan saya," kata Emirsyah saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (20/1/2017).
Ia mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka merupakan kewenangan KPK. Dia pun siap bekerja sama dengan penyidik.
"Saya akan menghormati proses hukum dan bekerja sama sebaik-baiknya dengan penyidik untuk menegakkan kebenaran atas hal ini," ujar dia.
Emirsyah diduga menerima suap dari Rolls-Royce, perusahaan pembuat mesin pesawat asal Inggris, melalui perantara senilai Rp 20 miliar.
Selain itu, Emirsyah diduga menerima sejumlah barang senilai 2 juta dollar AS. Suap tersebut diberikan terkait pengadaan 50 pesawat dan mesin pesawat selama 2005-2014.
Suap diduga diberikan kepada Emirsyah agar Garuda menggunakan mesin Rolls-Royce untuk pesawatnya.

KPK meyakini Emirsyah bukan satu-satunya penerima suap dari Rolls-Royce.
Dokumen pernyataan fakta kasus Rolls-Royce Plc dan Rolls-Royce Energy Systems Inc yang diunggah di laman lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office, pada 17 Januari 2017, menunjukkan lebih dari satu pejabat Garuda yang menerima suap.
Dokumen itu menunjukkan keterlibatan perantara 8 yang menjadi rekanan Rolls-Royce dalam penyuapan terhadap pejabat Garuda.
Disebutkan, misalnya, antara 11 Juni 2012 dan 23 Mei 2014, beberapa pembayaran dilakukan melalui akun perantara 8 ke sejumlah akun untuk keuntungan dua pejabat Garuda.
Sebelum itu, pada 11 Oktober 2010 dan 14 Oktober 2010 disebutkan ada transfer 100.000 dollar AS dan 10.000 dollar AS ke akun atas nama pejabat senior Garuda.
Praktik suap melalui perantara ini diduga berlangsung sejak era Orde Baru. Pada kurun waktu 1 Januari 1989 hingga 31 Desember 1998, Rolls-Royce disebut menggunakan jasa perantara 1 pemilik perusahaan A yang disebut bertindak sebagai agen ”kantor Presiden Indonesia”.
Perantara 1 itu menerima pembayaran 2,25 juta dollar AS dan sebuah mobil Rolls-Royce Silver Spirit sebagai penghargaan atas keberpihakan perantara 1 kepada Rolls-Royce untuk kontrak mesin Trent 700.

No comments:

Post a Comment