Korban Bom Thamrin: “Allah, Tolong Aku..”
Ipda Denny Mahieu, korban luka ledakan bom di Jalan MH Thamrin pada 14 Januari 2016 lalu.
Pasca ledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, foto seorang anggota polisi terluka yang tengah dievakuasi viral di media sosial. Anggota polisi dalam foto tersebut adalah Ipda Denny Mahieu, anggota Sat Gatur Ditlantas Polda Metro Jaya. Ipda Denny Mahieu. Dari semua anggota polisi lainnya yang menjadi korban, kondisi Ipda Denny bisa dikatakan paling parah karena ia berhadapan langsung dengan bom yang diletakkan tersangka teroris di dalam pos polisi. Tiga rekannya yang lain mengalami luka tembak.
Setahun lalu, tepatnya pada 14 Januari 2016, Ipda Denny yang saat itu masih berpangkat Aiptu tengah menjalani tugas hariannya sebagai anggota tim urai. Ia kebetulan tengah berpatroli ke kawasan MH Thamrin.
Entah mengapa dalam patrolinya tersebut, Ipda Denny memutuskan untuk masuk sejenak ke pos polisi yang berada di perempatan besar Jalan MH Thamrin tersebut.
“Sebenarnya hari itu saya punya firasat tidak enak. Saya tidak tahu kenapa. Tetapi saya berdoa saja dan menjalankan tugas saya seperti biasa,” katanya.
Tidak lama ia mendengar suara ledakan yang sumbernya tidak jauh dari pos polisi tempatnya berada. Sigap, ia pun langsung meraih radio panggilnya dan melaporkan ledakan tersebut.
“Saya hanya dengar ledakan, belum tahu ledakan apa, tetapi entah mengapa mulut saya ini latah, saya katakan apa ini bom? Tidak lama perkiraan saya hanya selang 20 detik. Ledakan terjadi di pos tempat saya berada,” ujarnya bercerita.
Anehnya sebelum ledakan terjadi, Ipda Denny sempat merasa tersetrum di bagian tubuh kirinya. Radio yang dipegangnya terlepas, begitu juga dengan ponsel di kantongnya. Entah hilang ke mana. Kemudian lima detik setelah merasakan setruman, tubuhnya didera ledakan.
“Radio dan ponsel di tangan saya terpental. Entah kenapa. Kemudian ada suara ‘ngguuuung tak tak!’ dan ledakan terjadi. Suara masuk ke telinga, kepala saya langsung rasanya muter. Merinding saya kalau cerita ini,” ujarnya.
Cairan darah bercampur nanah mengalir dari telinganya. Ia perlahan mencoba duduk dan menyadari bahwa kakinya telah dibanjiri oleh darah. Rasa nyeri langsung menyergap.
“Allah, tolong saya,” serunya di dalam hati saat itu.
Beruntung tidak lama kemudian mobil Dirlantas datang menyelamatkannya. Ia dievakuasi dan menerima pertolongan pertama di RS Cipto Mangunkusumo. Pukul 11.30 WIB dokter mengoperasi luka-lukanya. Operasi tersebut baru selesai pada pukul 04.00 WIB hari berikutnya.
Selama sebulan penuh ia harus dirawat. Pemulihan fisik dan kesehatannya pun memakan waktu lumayan lama. Bekas luka yang cukup besar tersisa di sepanjang lengan dan kaki kanannya. Telinga kanannya tidak lagi dapat mendengar dengan baik.
Ia pun kehilangan satu ruas jari kelingking kirinya. Hingga saat ini ia masih sering merasa sakit di kepalanya. Menurut dokter yang menanganinya, sakit kepala tersebut baru dapat pulih kira-kira dua tahun lagi.
“Saya tidak mengeluhkan apa pun. Ini adalah takdir saya. Saya bersyukur selama dari kejadian hingga proses pemulihan saya dibantu oleh banyak pihak. Pak Kapolri saat itu, rekan-rekan di tempat saya bertugas, dokter, berbagai pihak, dan terutama keluarga,” ujarnya.
Ayah dua orang anak ini baru bisa kembali bertugas pada 16 November 2016 lalu. Ia kini sudah tidak lagi ditugaskan sebagai tim urai, melainkan berkantor di Sat Gatur Polda Metro Jaya. Meski luka fisiknya meninggalkan bekas, secara batin Ipda Denny mengatakan dirinya sudah pulih.
“Saya tidak sedikitpun menyimpan dendam kepada pelaku,” ujarnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih atas doa-doa yang diberikan oleh masyarakat Indonesia untuk kesembuhannya.
“Saya tidak terbayang kalau orang lain seumpama ibu-ibu, anak-anak atau siapa yang lewat yang menjadi korban ledakan itu. Sedih sekali,” ujarnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment