Partai Nasdem umumkan dukungannya terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk maju Pilkada DKI 2017 dan menjadi gubernur DKI lagi, di Kantor Partai Demokrat, Jalan R.P Soeroso, Jumat (12/2/2016). (Kiri ke kanan) Majelis Tinggi Partai Nasdem Reri Lestari, Ketua DPP Nasdem Taufik Basari, Ketua Korwil Partai Nasdem DKI Jakarta Viktor Leiskodat, Sekretaris DPW Partai Nasdem DKI Wibi Andrino, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Bestari Barus.
JAKARTA, Tidak ada kader Nasdem yang keluar dari partai karena menolak keputusan partainya untuk mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Hal ini dipastikan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPW Partai Nasdem DKI Jakarta Bestari Barus.
"Enggak ada kader kami yang keluar karena tidak setuju dengan keputusan partai," ujar Bestari ketika dihubungi, Rabu (30/3/2016).
Bestari mengatakan, dalam sebuah partai, kader harus mengikuti apa yang menjadi keputusan bersama.
Kader harus membantu menyukseskan apa yang sudah menjadi kebijakan partainya. Jika tidak bisa membantu, kader dilarang membuat keributan.
Bestari mengatakan, hal itulah yang selalu diajarkan di Partai Nasdem. Sehingga, ketika kali ini Partai Nasdem memutuskan untuk mendukung Ahok, semua kader harus mendukungnya.
Dukungan solid dari Nasdem, kata Bestari, terbukti karena tidak ada kader yang keluar partai karena keputusan itu.
"Kalau melawan berarti bukan kader. Kalau mbalelo ya kita kenakan sanksi organisasi dong. Namanya kader, kalau sudah keputusan ya pasti ikut. Nasdem solidlah pokoknya," ujar Bestari.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di internal Partai Hanura. Pasca-deklarasi dukungan terhadap Ahok, Partai Hanura mengalami perpecahan di internal mereka.
Dua orang wakil ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta mundur karena tidak mau menuruti keputusan partai untuk mendukung Ahok. Keduanya, Rahmat HS dan Bustami. Bukan hanya mundur dari jabatannya, mereka juga mundur dari keanggotaan Partai Hanura.
Namun, Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta Mohamad Sangaji tidak mempermasalahkan hal itu. Dia mengatakan, calon kader yang ingin masuk ke Partai Hanura justru lebih banyak dari mereka yang memilih keluar partai.
"Enggak ada kader kami yang keluar karena tidak setuju dengan keputusan partai," ujar Bestari ketika dihubungi, Rabu (30/3/2016).
Bestari mengatakan, dalam sebuah partai, kader harus mengikuti apa yang menjadi keputusan bersama.
Kader harus membantu menyukseskan apa yang sudah menjadi kebijakan partainya. Jika tidak bisa membantu, kader dilarang membuat keributan.
Bestari mengatakan, hal itulah yang selalu diajarkan di Partai Nasdem. Sehingga, ketika kali ini Partai Nasdem memutuskan untuk mendukung Ahok, semua kader harus mendukungnya.
Dukungan solid dari Nasdem, kata Bestari, terbukti karena tidak ada kader yang keluar partai karena keputusan itu.
"Kalau melawan berarti bukan kader. Kalau mbalelo ya kita kenakan sanksi organisasi dong. Namanya kader, kalau sudah keputusan ya pasti ikut. Nasdem solidlah pokoknya," ujar Bestari.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di internal Partai Hanura. Pasca-deklarasi dukungan terhadap Ahok, Partai Hanura mengalami perpecahan di internal mereka.
Dua orang wakil ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta mundur karena tidak mau menuruti keputusan partai untuk mendukung Ahok. Keduanya, Rahmat HS dan Bustami. Bukan hanya mundur dari jabatannya, mereka juga mundur dari keanggotaan Partai Hanura.
Namun, Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta Mohamad Sangaji tidak mempermasalahkan hal itu. Dia mengatakan, calon kader yang ingin masuk ke Partai Hanura justru lebih banyak dari mereka yang memilih keluar partai.
No comments:
Post a Comment