"Penginnya Kayak di Kampung Pulo, Punya Rumah dan Enggak Bayar"
Kondisi salah satu lantai di Tower A Rusun Jatinegara Barat. Kamis (31/3/2016)
JAKARTA, Setelah menempati rusun selama hampir setengah tahun, eks warga Kampung Pulo kini harus mulai membayar iuran. Warga membayar "uang kebersihan" per hari yang nilai totalnya Rp 300.000 per bulan.
Boleh dibilang, uang yang dibayarkan ini layaknya uang sewa tinggal di rusun per bulan.
Warga pun mengeluhkan biaya yang harus dikeluarkan dalam per bulan ini.
Kebanyakan warga yang mengeluh adalah mereka yang kehilangan mata pencahariannya di Kampung Pulo, atau warga yang berpenghasilan rendah.
Warga Tower A lantai 16, Dewi (31), mengaku sudah menunggak biaya sewa rusun selama dua bulan.
Ibu rumah tangga dengan tiga anak itu mengatakan bahwa penghasilan suaminya sebagai buruh lebih kurang Rp 70.000 per hari.
Penghasilan suaminya itu, menurut Dewi, begitu pas-pasan karena harus membayar iuran rusun.
Belum lagi iuran air dan listrik yang ditanggung sendiri oleh penghuni.
"Bersihnya sebulan mesti ada sekitar Rp 500.000. Sekarang saya pusing, dua bulan belum bayar," kata Dewi kepada Kompas.com, Kamis (31/3/2016).
Dewi juga mengaku sudah menerima surat peringatan dari pengelola rusun. Ada perjanjian yang mengharuskannya untuk membayar biaya sewa pada tenggat waktu yang ditentukan.
Namun, ia enggan menyebut kapan batas waktu yang ditentukan. "Besok bapaknya (suami) bayar, bulan Februari dulu. Untungnya pengelola sini baik, bayarnya tanggal berapa, kami yang nentuin. Ya tetapi, kalau enggak bayar, (bisa) keluar," ujar Dewi.
Lain halnya dengan Tariah (65), warga lantai 5 Tower A Rusun Jatinegara Barat.
Tariah dulu punya penghasilan sedikit-sedikit dari menjual kopi dan minuman ketika masih tinggal di Kampung Pulo.
Namun, setelah pindah ke rusun, ia kehilangan mata pencarian itu. Ia kini bergantung pada anaknya yang bekerja sebagai penyapu jalan.
Kendati demikian, Tariah mengaku sering memikirkan beban ekonomi keluarganya.
Untuk menghibur diri, ia kerap menyambangi tetangga sebelah rumah untuk berbagi cerita.
"Biar rumah gedong gede, tetapi pikiran. Di Pulo rasanya lebih tenang. Biar banjir gede, pikiran tenang. Kami udah bertahun-tahun di sana," ujar Tariah.
Meskipun demikian, diakui Tariah, warga Kampung Pulo tidak lagi kelelahan akibat kebanjiran.
Kondisi di rusun pun dinilainya lebih bersih dan nyaman. Tariah berharap, ada dialog antara warga dan pemerintah untuk membahas persoalan sewa.
"Penginnya kayak di Pulo. Kami dulu punya rumah enggak bayar, sekarang mesti bayar," ujar Tariah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment