Hasil tersebut muncul dalam survei yang digelar lembaga penelitian politik Charta Politika Indonesia pada 15-20 Maret.
Survei ini diselenggarakan dengan 400 responden dari seluruh wilayah DKI Jakarta, termasuk Kepulauan Seribu.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya dalam keterangan pers, Rabu (30/3/2016), mengatakan, sekitar 30,3 persen responden mengharapkan pemimpin yang tegas, diikuti bersih dari korupsi 19,8 persen, dapat dipercaya 16,8 persen, dan memiliki perhatian kepada rakyat 15,5 persen.
Dari Pilkada 2012 terlihat publik Jakarta semakin rasional dalam memilih pemimpin, yaitu dengan melihat rekam jejak sang calon.
Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berhasil menang dengan rekam jejak mereka di Solo dan Belitung Timur sebelumnya.
Padahal, saat itu, nama mereka diusulkan paling akhir dengan tingkat keterpilihan di bawah calon petahana Fauzi Bowo.
Hasil survei juga memperlihatkan Ahok masih menjadi sosok paling perkasa dengan tingkat keterpilihan tertinggi, yaitu 51,8 persen dibandingkan 14 nama lainnya.
Yusril Ihza Mahendra menempati peringkat kedua dengan 11 persen, diikuti Abraham Lunggana atau dikenal dengan Haji Lulung (1,8 persen), Sandiaga Uno (1,5 persen), Ahmad Dhani (0,3 persen), dan Djarot Saiful Hidayat (0,3 persen).
Yusril dinilai menjadi sosok yang cukup menarik karena tingkat keterpilihannya meningkat pesat dari sebelumnya sekitar 7 persen menjadi 11 persen hanya dalam beberapa pekan.
Menurut Yunarto, keunggulan Ahok didukung popularitasnya yang mencapai 97 persen serta tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi atas kinerjanya.
Pasangan Joko Widodo-Ahok memperoleh kepuasan 75,8 persen. Angka kepuasan ini meningkat dalam masa Ahok-Djarot menjadi 82,8 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi dari tingkat kepuasan rata-rata masyarakat terhadap gubernur di Indonesia yang berkisar 50-65 persen.
Yunarto mengatakan, tingginya popularitas dan kepuasan masyarakat ini menjadi modal sosial Ahok.
"Calon petahana dengan tingkat kepuasan di atas 70 persen hampir bisa dipastikan memenangi pemilu," kata Yunarto yang menyebutkan bahwa survei didanai secara independen.
Yunarto mengatakan, dari survei terlihat kepatuhan kader terhadap calon yang diusung partainya sendiri rendah. "Artinya, mereka lebih melihat tokoh daripada instruksi partai," katanya.
Namun, Yunarto juga memberi catatan, posisi Ahok masih bisa berubah karena peluang juga masih besar.
Saat ini, kondisi politik masih sangat bisa berubah dengan calon yang akan dimunculkan PDI Perjuangan.
Potensi pelanggaranKetua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Mimah Susanti, dalam diskusi bertema "Mencermati Pemberitaan Media Masa dalam Pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta", Rabu, memaparkan beberapa potensi kerawanan dalam Pilkada 2017.
Kerawanan itu di antaranya adalah akurasi data pemilih, netralitas aparat sipil negara, politik uang, dan independensi media massa.
Pimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Muhammad Jufri mengatakan, media massa perlu andil mengawasi tahapan pilkada dengan membagi informasi saat ditemukan pelanggaran yang dilakukan peserta pemilu.
Abdul Aziz Khaifa dari Komite I DPD menambahkan, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang tepat untuk mengatur pemanfaatan institusi pers untuk memobilisasi dukungan masa.
Pengamat media, Agus Sudibyo, mengatakan, pers punya peran penting sebagai penyedia data rekam jejak kandidat dengan tetap menjaga independensi.
Sebagai perwakilan dari Komisi Penyiaran Indonesia, Muhammad Sulhi bersedia membantu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyediakan perangkat sebagai bukti fisik adanya pelanggaran.
Sementara itu, Haji Lulung menghadiri deklarasi Rumah Relawan Suka Haji Lulung di Jakarta Selatan, kemarin. Lebih dari 100 relawan mendukung Lulung maju dalam Pilkada 2017.
Sementara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Rabu, menegaskan dukungan terhadap Ahok yang mencalonkan diri melalui jalur perseorangan.
No comments:
Post a Comment