Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho (memakai baju
tahanan) usai diperiksa penyidik
KPK, di Jakarta Selatan, Senin
(3/8/2015). Gatot dan istri keduanya, Evy Susanti ditahan terkait kasus
dugaan suap terhadap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di
Kota Medan.
JAKARTA, Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah didakwa menerima suap dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Ajib diduga menerima suap untuk persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut.
Selain itu, Ajib juga didakwa menerima suap terkait pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015.
"Menerima hadiah berupa uang sebesar Rp 1.195.000.000 dari Gatot Pujo
Nugroho," ujar Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene
Putrie di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Menurut Jaksa, pemberian tersebut agar dimaksudkan agar Ajib
memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
(LPJP) APBD 2012, persetujuan perubahan APBD 2013, perubahan APBD 2014
dan persetujuan perubahan APBD 2015.
Selain itu, pembatalan pengajuan hak interpelasi pada 2015. Persetujuan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2012.
Pada Juli 2013, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut, Nurdin
Lubis menyampaikan permintaan Gatot kepada pimpinan DPRD agar menyetujui
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut 2012.
Pertemuan di ruang kerja Sekretaris DPRD Sumut itu dihadiri oleh
Wakil Ketua DPRD Kamaluddin Harahap, dan para wakilnya, Muhammad Afan,
Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri. Para anggota DPRD tersebut
meminta kompensasi yang disebutnya sebagai "uang ketok" sebesar Rp 1,55
miliar.
Gatot menyetujuinya dan mengumpulkan dana dari sejumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Uang itu kemudian diterima dan dibagikan ke anggota
DPRD Sumut masing-masing sebesar Rp 12,5 juta. Kemudian, untuk
Sekretaris Fraksi masing-masing Rp 17,5 juta, masing-masing ketua fraksi
menerima Rp 20 juta, Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp 40 juta, dan
Ketua DPRD menerima Rp 77,5 juta.
Setelah semua uang dibagikan, dalam Sidang Paripurna, pimpinan dan
anggota DPRD Sumut memberikan persetujuan terhadap Ranperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut 2012.
Beberapa waktu kemudian, Ajib yang saat itu masih sebagai anggota DPRD Sumut, sekaligus Ketua Fraksi Partai
Golkar
menerima uang ketok sebesar Rp 30 juta. Persetujuan perubahan APBD
Provinsi Sumut 2013. Pola yang sama terjadi pada tahun berikutnya.
Pada November 2013, Nurdin Lubis kembali menyampaikan permintaan
Gatot agar pimpinan DPRD Sumut mengabulkan Ranperda tentang Perubahan
APBD Provinsi Sumut Tahun 2013. Kamaluddin kembali meminta "uang ketok"
untuk DPRD Sumut yang jumlahnya lebih tinggi dari tahun sebelumnya,
yakni Rp 2,55 miliar.
Rinciannya, anggota DPRD masing-masing menerima Rp 15 juta, anggota
Badan Anggaran masing-masing Rp 10 juta, Sekretaris Fraksi masing-masing
mendapat tambahan Rp 10 juta. Kemudian, ketua fraksi masing-masing
mendapat tambahan Rp 15 juta, Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapatkan
tambahan Rp 50 juta, serta tambahan Rp 150 juta untuk Ketua DPRD.
Uang tersebut diperoleh Gatot dari beberapa SKPD di lingkungan
pemerintah Provinsi Sumut yang dikumpulkan oleh Kepala Biro Keuangan
Sekretariat Daerah Provinsi Sumut, Baharuddin Siagian.
Setelah uang diterima, pada 22 November 2013 di Sidang Paripurna,
pimpinan dan anggota DPRD Sumut menyetujui Ranperda tentang Perubahan
APBD Provinsi Sumut Tahun 2013.
Setelah itu, Gatot melalui Muhammad Alinafiah menyerahkan uang
sebesar Rp15 juta, tambahan sebagai anggota Banggar sebesar Rp10 juta
dan tambahan sebagai Ketua Fraksi
Golkar sebesar Rp 15 juta.
Secara keseluruhan, Ajib menerima uang sebesar Rp 40 juta.
Persetujuan APBD Provinsi Sumut 2014. Pada sekitar Januari 2014, atas
perintah Gatot, Baharuddin Siagian menyerahkan uang yang dikumpulkan
dari beberapa SKPD kepada M Alinafiah. Kemudian, secara bertahap uang
tersebut dibagikan kepada Ajib dan anggota DPRD Provinsi Sumut lainnya.
Ajib sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut menerima uang sebesar Rp50
juta, kemudian menerima tambahan sebagai anggota Banggar sebesar Rp10
juta dan tambahan sebagai Ketua Fraksi
Golkar
sebesar Rp15 juta. Totalnya, Ajib menerima uang sebesar Rp 75 juta.
Selanjutnya, Ajib menerima sebesar Rp700 juta ditambah dengan Rp 150
juta. Sehingga, terkait persetujuan APBD Provinsi Sumut 2014, Ajib
menerima uang seluruhnya sebesar Rp925 juta.
Persetujuan APBD 2015. Setelah Ranperda tentang APBD Provinsi Sumut
2015 disetujui dan uang dari beberapa SKPD telah dikumpulkan, sekitar
bulan Februari 2015, Ajib melalui Lidya Magdini yang merupakan istrinya,
menerima uang sebesar Rp150 juta.
Selain itu, melalui anaknya, Ajib juga menerima uang sebesar Rp50
juta. Dengan demikian, total, Ajib menerima uang terkait persetujuan
APBD 2015 sebesar Rp 200 juta.
"Bahwa setelah terdakwa dan seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut
menerima uang, kemudian pada tanggal 31 Oktober 2014 Ranperda tersebut
disahkan menjadi Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang APBD 2015," kata
Jaksa.
Pembatalan interpelasi
Pada Maret 2015, sebanyak 57 anggota DPRD Provinsi Sumut mengajukan
interpelasi dengan alasan adanya dugaan pelanggaran terhadap Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 900-3673 Tahun 2014.
Hal itu terkait Evaluasi Ranperda Provinsi Sumatera Utara tentang
APBD TA 2014 dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran RAPBD
Tahun 2014 tanggal 16 September 2014.
Atas pengajuan interpelasi tersebut, Ajib yang telah pada 2015
menjabat sebagai Ketua DPRD diminta oleh Gatot untuk menggagalkannya.
Gatot memberikan kompensasi pembatalan hak interpelasi dengan memberikan
uang sebesar Rp 1 miliar untuk diberikan kepada anggota DPRD Sumut.
Atas perbuatannya, Ajib diancam pidana Pasal 12 huruf a jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.