Tanpa Aduan, Penanganan Kasus Kesusilaan Berpotensi Kriminalisasi


Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono usai acara diskusi di Hotel Morissey Jakarta, Selasa (8/3/2016)

JAKARTA,  Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono berharap Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dilakukan oleh Guru Besar IPB, Euis Sunarti.
Atas uji materi ini, ICJR telah mengajukan diri sebagai pemohon pihak terkait tidak langsung pada 12 Agustus 2016.
Euis mangajukan permohonan pengujian pasal 284, pasal 285 dan pasal 292 KUHP dengan perkara nomor 46/PUU-XIV/2016.
Supriyadi mengatakan, pemohon meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.
Terkait pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa “anak” sehingga semua jenis perbuatan cabul sesama jenis dapat dipidana.
"Apabila permohonan ini dikabulkan oleh MK khususnya terkait Pasal 284 dan Pasal 292, maka Indonesia akan berpotensi menghadapi krisis kelebihan kriminalisasi, yaitu banyaknya perbuatan yang dapat dipidana," kata Supriyadi, melalui pesan singkat, Kamis (25/8/2016).
Supriyadi menuturkan, jika MK pengabulkan permohonan tersebut, maka akan berpotensi memperbesar jumlah pelaku tindak pidana.
Hal itu tentunya akan berimbas langsung pada kewajiban negara untuk memperbanyak fasilitas dalam proses pengadilan, penegakan hukum dan Lapas.
Selain itu, menurut Supriyadi, prioritas kebijakan kriminal akan terpecah dengan mengurusi pasal kesusilaan.
Fokus pemerintah dalam menangani korupsi, terorisme, dan narkotika akan terganggu.
Supriyadi menduga, negara mengontrol privasi masyarakat yang bertentangan dengan kedudukan hukum pidana sebagai upaya terakhir menyelesaikan masalah hukum.
"Dengan kata lain, tidak akan ada lagi penghormatan akan hak atas privasi warga negara. Sebab atas nama hukum pidana, negara akan sangat bebas untuk mencampuri urusan privat warga negaranya. Maka bisa dibayangkan, Polisi akan semakin represif dan memiliki kewenangan begitu besar untuk masuk ke ranah privat warga negara," ujar Supriyadi.
Supriyadi mengatakan, negara memiliki keterbatasan dalam menjaga tingkat kepatuhan hukum dan mengendalikan kriminalitas.
"Hal yang paling buruk, maka akan ada “main hakim sendiri” akibat ketidakpercayaan publik yang tinggi, dikarenakan terbatasnya kemampuan negara dalam menangani banyaknya kasus pidana," ujar Supriyadi.

No comments:

Post a Comment