JAKARTA, Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menerima data bahwa sekitar 4,9 juta hektare hutan lindung dan 1,3
juta hektare hutan konservasi, digunakan untuk pertambangan. Alih
fungsi lahan tersebut diduga akibat adanya permainan dalam pemberian
izin pertambangan.
Koordinator Sumber Daya Alam Direktorat Penelitian dan Pengembangan
KPK Dian Patria mengatakan, adanya pertukaran data antara Direktorat
Jenderal Minerba Kementerian Energri dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan
Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK), baru terjadi pada Juni 2014.
Saat itu, dijelaskan mengenai mana saja wilayah hutan yang digunakan untuk pertambangan.
"Setelah itu, baru diberitahu ke kami data 4,9 juta hektare hutan
lindung digunakan untuk pertambangan, dan 1,3 juta hektare hutan
konservasi digunakan untuk pertambangan," ujar Dian di Gedung KPK,
Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Adanya kegiatan pertambangan di area terlarang bagi pemanfaatan
kawasan hutan dinilai terjadi akibat adanya permasalahan dalam pemberian
izin. Misalnya, terjadi pergeseran atau perluasan koordinat dan tumpang
tindih antara sesama atau berbeda komoditas.
Salah satu contoh pemberian izin tambang di dalam kawasan hutan
konservasi diduga terjadi di Sulawesi Tenggaran. Gubernur Sultra Nur
Alam diduga memberikan izin usaha pertambangan kepada PT Anugrah Harisma
Barakah, hingga memasuki kawasan hutan konservasi.
Syahrul, anggota pengkampanye nikel di Jaringan Advokasi Tambang
(Jatam) mengatakan, pada tahun 2010, Gubernur Sultra pernah merevisi
aturan tata ruang, dan menurunkan status kawasan hutan lindung menjadi
hutan produksi.
Gubernur Sultra kemudian memberikan izin usaha pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah seluas 3084 Hektare.
Menurut Syahrul, berdasarkan pemantauan Jatam, dalam kegiatan
produksi yang dilakukan PT Anugrah, ditemukan indikasi perusahaan
tambang nikel tersebut menyerobot kawasan hutan dalam rangka clearing (pembersihan).
"Meski demikian, tidak pernah ada tindakan dari instansi terkait,
padahal selalu ada kunjungan dari kementerian dan provinsi, tapi tidak
pernah ada penindakan," kata Syahrul.
No comments:
Post a Comment