Makmur Hasugian dan istri, orang tua IAH saat memenuhi panggilan penyidik Polresta Medan, Selasa (30/8/2016)
MEDAN, Orangtua IAH (18), pelaku percobaan bom bunuh diri dan serangan terhadap pastor di Medan, merasa sedih terhadap kondisi anaknya yang ditahan di Markas Polresta Medan.
Ayah dan ibu IAH mendatangi Mapolresta Medan, Selasa (30/8/2016), untuk memenuhi panggilan penyidik.
Ayah IAH, Makmur Hasugian, merupakan advokat yang sering beracara di Pengadilan Negeri Medan dan bertindak sebagai kuasa hukum bagi IAH.
"Saya yang menjadi kuasa hukumnya. Saya sudah menganjurkan anak saya untuk memberikan keterangan yang jelas dan benar supaya orang yang menyuruhnya ditangkap," kata Makmur di Mapolresta Medan, Selasa.
Berangkat dari kejadian yang menimpa anak ketiganya, pengacara senior itu meminta pengawasan dunia siber diperketat.
Dia tidak ingin anak-anak lain mendapat pengaruh negatif dari dunia maya ini meski tetap ada sisi positifnya.
"IAH itu hobinya (main) internet. Bagaimana supaya internet itu bisa berdampak positif, bisa kita pantau kalau ada niat-niat jahat di dalamnya," kata dia.
Makmur mengatakan, penyidik memanggilnya dan meminta akta kelahiran anaknya untuk memastikan bahwa IAH masih di bawah umur.
Sedih
Makmur sangat sedih ketika melihat kondisi anaknya selama di tahanan.
"Badannya sudah kayak tape (tapai), lembek. Kasihan kali, tak tega saya menengoknya. Sebagai orangtua, apalah artinya saya ini ayahnya," ujarnya.
Ada kebiasaan yang membuat Makmur selalu mengingat anaknya, yaitu menunggu sang anak pulang menunaikan shalat isya di masjid. Setiap malam, dia masih duduk di kursi teras rumah menunggui anaknya tersebut.
"Tadi malam saya menangis. Kok, IAH belum pulang? Saya duduk di teras menungguinya, kalau belum pulang, belum saya kunci pagar," ucapnya dengan muka sendu.
Ia merasa anak bungsunya merupakan bukan otak kejahatan, melainkan korban dari orang-orang yang memengaruhi dan mengajarinya.
Dia mengecam pelaku yang mencuci otak anaknya, memberi harapan dan janji sehingga anaknya menurut.
IAH ditetapkan sebagai tersangka penyerangan pemuka agama di Gereja Katolik Santo Yosep Jalan Dr Mansyur Medan pada Minggu (28/8/2016) pagi.
Polisi menggeledah rumahnya di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, dan menemukan barang bukti berupa detonator rakitan, trafo, pipa, semen, alumunium foil, baterai, paspor atas nama IAH, kartu tanda siswa, kabel-kabel, pupuk urea, dan buku-buku tentang robotik.
Pada 26 Agustus 2016 malam, kakak perempuan IAH mendengar suara ledakan dari kamar adiknya di lantai dua rumah mereka.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku terindikasi sedang melakukan percobaan terhadap bom pipa yang dirakitnya.
Pelaku memperlihatkan perubahan sikap sejak dua tahun terakhir. Ia sering bertengkar dengan abangnya karena tidak mau dinasihati terkait akidah.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, pelaku mengaku disuruh seseorang. Sampai saat ini, polisi masih mencari tahu siapa orang yang menyuruh pelaku.
"Nanti kalau sudah jelas kita akan sampaikan, sampai hari ini keterangan pelaku masih berbelit-belit. Dia tidak ada masuk dalam jaringan atau kelompok, dia pemain tunggal," kata Nainggolan, Rabu (31/8/2016).
Polisi menjerat pelaku dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ayah IAH, Makmur Hasugian, merupakan advokat yang sering beracara di Pengadilan Negeri Medan dan bertindak sebagai kuasa hukum bagi IAH.
"Saya yang menjadi kuasa hukumnya. Saya sudah menganjurkan anak saya untuk memberikan keterangan yang jelas dan benar supaya orang yang menyuruhnya ditangkap," kata Makmur di Mapolresta Medan, Selasa.
Berangkat dari kejadian yang menimpa anak ketiganya, pengacara senior itu meminta pengawasan dunia siber diperketat.
Dia tidak ingin anak-anak lain mendapat pengaruh negatif dari dunia maya ini meski tetap ada sisi positifnya.
"IAH itu hobinya (main) internet. Bagaimana supaya internet itu bisa berdampak positif, bisa kita pantau kalau ada niat-niat jahat di dalamnya," kata dia.
Makmur mengatakan, penyidik memanggilnya dan meminta akta kelahiran anaknya untuk memastikan bahwa IAH masih di bawah umur.
Sedih
Makmur sangat sedih ketika melihat kondisi anaknya selama di tahanan.
"Badannya sudah kayak tape (tapai), lembek. Kasihan kali, tak tega saya menengoknya. Sebagai orangtua, apalah artinya saya ini ayahnya," ujarnya.
Ada kebiasaan yang membuat Makmur selalu mengingat anaknya, yaitu menunggu sang anak pulang menunaikan shalat isya di masjid. Setiap malam, dia masih duduk di kursi teras rumah menunggui anaknya tersebut.
"Tadi malam saya menangis. Kok, IAH belum pulang? Saya duduk di teras menungguinya, kalau belum pulang, belum saya kunci pagar," ucapnya dengan muka sendu.
Ia merasa anak bungsunya merupakan bukan otak kejahatan, melainkan korban dari orang-orang yang memengaruhi dan mengajarinya.
Dia mengecam pelaku yang mencuci otak anaknya, memberi harapan dan janji sehingga anaknya menurut.
IAH ditetapkan sebagai tersangka penyerangan pemuka agama di Gereja Katolik Santo Yosep Jalan Dr Mansyur Medan pada Minggu (28/8/2016) pagi.
Polisi menggeledah rumahnya di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, dan menemukan barang bukti berupa detonator rakitan, trafo, pipa, semen, alumunium foil, baterai, paspor atas nama IAH, kartu tanda siswa, kabel-kabel, pupuk urea, dan buku-buku tentang robotik.
Pada 26 Agustus 2016 malam, kakak perempuan IAH mendengar suara ledakan dari kamar adiknya di lantai dua rumah mereka.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku terindikasi sedang melakukan percobaan terhadap bom pipa yang dirakitnya.
Pelaku memperlihatkan perubahan sikap sejak dua tahun terakhir. Ia sering bertengkar dengan abangnya karena tidak mau dinasihati terkait akidah.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, pelaku mengaku disuruh seseorang. Sampai saat ini, polisi masih mencari tahu siapa orang yang menyuruh pelaku.
"Nanti kalau sudah jelas kita akan sampaikan, sampai hari ini keterangan pelaku masih berbelit-belit. Dia tidak ada masuk dalam jaringan atau kelompok, dia pemain tunggal," kata Nainggolan, Rabu (31/8/2016).
Polisi menjerat pelaku dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
No comments:
Post a Comment