Kelompok HAM Tuduh Palestina Membungkam Kritik dan Melakukan Penyiksaan


PM Hamas, Ismail Haniya (tengah) diapit delegasi PLO dari Tepi Barat, saat mengumumkan kesepakatan Hamas dan Fatah membentuk pemerintahan bersama sebelum menggelar pemilu dalam tujuh bulan.

NEW YORK,  Sebuah kelompok pegiat hak asasi manusia menuduh para pejabat Palestina membungkam perbedaan pendapat dan kritik. Human Rights Watch (HRW), yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS) menyatakan, praktik tersebut dilakikan baik Otorita Palestina di Tepi Barat, maupun saingannya, kelompok militan Hamas di Jalur Gaza.
Keduanya, kata HRW, melakukan penangkapan, penyiksaan, serta menghukum para wartawan maupun pegiat yang mengkritik pemerintah.
"Kedua pemerintahan Palestina, secara terpisah, ternyata melakukan metode pelecehan, intimidasi, dan pelanggaran fisik terhadap siapapun yang mengecam mereka," demikian Sari Bashi, Direktur HRW Israel dan Palestina kepada AFP.
"Rakyat Palestina telah berusaha keras mendapatkan perlindungan dengan menjadi anggota masyarakat internasional, dan pemimpin mereka seharusnya menjalankan kewajiban traktat secara serius," tambahnya.
Laporan HRW antara lain mengutip penangkapan seorang mahasiswa berumur 21 tahun sebanyak tiga kali di Tepi Barat.
Mutaz Abu Lihi, anggota satu kelompok musik rap, dipukuli, giginya patah, disiksa, dan dipaksa bekerja sebagai seorang informan.
Pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas mengatakan, kejadian pelanggaran dan penyiksaan tidak berhubungan.
Sementara juru bicara Otorita Palestina, Adnan al-Damiri, mengatakan, "Kami mendukung traktat internasional yang kami tanda tangani dan menghormati hak asasi manusia."
Namun para pejabat Hamas menolak memberikan komentar.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam kebungkaman AS sehubungan dengan pembunuhan orang yang memiliki dua kewarganegaraan, Palestina-AS, oleh pasukan Israel di dekat Ramallah.
Di dalam satu pernyataan, kementerian tersebut menyerukan Washington agar bertanya kepada pemerintah Israel mengenai kasus di balik pembunuhan Iyad Zakariya Hamed (36), ayah dua anak itu.
Kementerian itu menyatakan Pemerintah Israel dan Perdana Menterinya Benjamin Netanyahu harus dimintai pertanggung-jawaban atas kejahatan keji dan konsekuensi dari penghukuman mati di lapangan.

No comments:

Post a Comment