"Apa Betul Ini Anak Mama kah?”
Welmince Tasei saat menangis dan berpelukan dengan putri sulungnya Anita Tsey yang menjadi korban perdagangan manusia di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keduanya dipertemukan oleh Kapolda NTT Brigjen Polisi Estasius Widyo Sunaryo (membelakangi lensa), setelah empat bulan menghilang
KUPANG, Tangis bahagia pun pecah di ruangan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT), beberapa saat setelah Welmince Tasei bertemu dengan putri sulungnya Anita Tsey. Pertemuan haru itu terjadi setelah keduanya sempat tak bersama selama kurang lebih empat bulan. Pertemuan ibu dan anak asal Gunung Tiga, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu, langsung difasilitasi oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Brigjen Polisi Estasius Widyo Sunaryo, Senin (22/8/2016) lalu.
Anita Tsey adalah gadis belia berusia 14 tahun, yang menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia) dan sempat dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Medan, Sumatera Utara selama empat bulan tanpa upah.
Anita kemudian dijemput oleh tim dari Polda NTT, setelah polisi melakukan penyelidikan kasus tersebut berdasarkan atas laporan sang ibu (Welmince Tasei) di Kepolisian Resor Kupang beberapa waktu lalu.
Perempuan lugu itu lalu dibawa ke Markas Polda NTT dan dititipkan di ruang unit perlindungan perempuan dan anak. Kedatangan Anita ke Kupang, tidak langsung dipertemukan dengan keluarga. Polisi hanya menghubungi ibu kandungnya untuk bertemu di Markas Polda, namun sebelum dipertemukan, polisi masih melakukan konferensi pers.
Kapolda NTT, Brigjen Polisi Estasius Widyo Sunaryo, kemudian meminta anggotanya untuk membawa keluar Anita dari dalam ruangan unit perlindungan perempuan dan anak, menuju ke tengah ruangan tempat berlangsung acara konferensi pers. Sedangkan ibu Welmince yang saat itu duduk di sebelah kanan tak jauh dari tempat para wartawan duduk, terlihat terlihat tersenyum bahagia dan terus memandang wajah buah hatinya.
Kapolda Sunaryo lalu bertanya kepada Anita, tentang kronologis sejak awal dia keluar dari rumah hingga akhirnya bekerja di Medan. Semua pertanyaan jendral bintang satu tersebut dijawab dengan gamblang.
“Sekarang apakah masih mau kerja di Medan atau Malaysia? Mau ketemu mama kah?” tanya Sunaryo.
Anita lalu meminta untuk bertemu dengan sang ibu, sehingga Sunaryo lantas memanggil Welmince.”Mari ke sini ibu, coba ke sini apa betul ini anak mama kah?” ucap Sunaryo.
Mendapat kesempatan tersebut, Welmince lalu berlari kecil menuju ke arah Anita dan merangkul dengan erat sambil menangis. Cukup lama keduanya berpelukan sambil menangis, sehingga membuat sejumlah polisi wanita dan pegiat LSM wanita yang berada dekat keduanya pun ikut meneteskan air mata.
Sementara itu, dalam pengakuannya, Anita mengatakan, awalnya diajak oleh oleh saudari tirinya yang bernama Santi Misa untuk bekerja di Medan.
“Waktu itu dia (Santi Misa) tidur bersama saya di rumah dan dia tanya saya bilang mau kerja di Medan kah. Saya kemudin setuju dengan ajakan dia. Besoknya kami dua langsung pergi ke rumah paman saya. Di sana sudah ada Lina Nau dan Sarcy. Lina lalu telepon si Nori dan datang jemput kami pakai ojek dan bawa ke rumah kos di Kelurahan Oesapa,”ucap Anita.
Saat berada di Kelurahan Oesapa, Anita mengaku tidur di kos-kosan selama satu minggu. Selanjutnya dia pun diberangkatkan ke Medan. Setibanya di Medan, dia ditampung bersama 15 perempuan lainnya asal NTT, di sebuah rumah penampungan yang tidak ia ketahui alamat jelasnya.
“Di rumah itu kami belasan orang tidur di lantai dan makannya nasi putih dengan lauk hanya sayur singkong saja. Sehari kemudian, saya lalu dijemput oleh majikan untuk bekerja di rumah majikan selama empat bulan tanpa digaji. Saya kerja mulai dari pukul 06.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB,” kata Anita.
Memasuki bulan keempat, sebuah yayasan datang ke rumah majikan dan menginformasikan bahwa orang tuanya meninggal di Kupang sehingga ia pun diizinkan untuk pulang ke kampung.
“Saya lalu dijemput oleh seorang pria yang bernama Rizal. Saya kemudian tidur di rumah Rizal semalam tanpa dikasih makan. Saya hanya minum teh hangat. Dan saya kemudian dititipkan di pos satpam dengan pesan bahwa saya akan dijemput oleh polisi asal NTT,” ujarnya.
Sementara itu Welmince Tasei merasa bahagia akhirnya bisa bertemu kembali dengan anaknya. ”Terima kasih untuk pak polisi yang telah menemukan anak saya ini. Saya akan jaga dia (Anita) untuk tidak bekerja ke luar daerah lagi,” kata dia.
Welmince menuturkan, kepergian putrinya bekerja di luar daerah tanpa sepengetahuan dirinya, sehingga ia pun lalu memilih jalan dengan melapor ke polisi.
Untuk diketahui, Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, 1.667 orang calon tenaga kerja wanita (TKW) asal NTT dikirim keluar daerah secara illegal atau menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia).
Kepala Polda NTT Brigjen Polisi Estasius Widyo Sunaryo dalam jumpa pers di Markas Polda NTT, Senin (22/8/2016) mengatakan, para calon TKW itu dikirim oleh sejumlah jaringan perdagangan manusia untuk bekerja di Medan Sumatera Utara dan Malaysia.
Sunaryo merinci, pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 sebanyak 941 orang calon TKW yang diberangkatkan, Selanjutnya pada periode 1 Januari 2016 hingga Juli 2016, sebanyak 726 orang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment