Delapan Alasan UN Perlu Dihapuskan Sementara
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/12/2016)
JAKARTA, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mewacanakan moratorium atau penghapusan sementara ujian nasional (UN). Sedikitnya, ada delapan alasan yang melatari wacana tersebut.
Pertama, menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2008.
Dengan keluarnya putusan tersebut, maka UN dinilai perlu dimoratorium hingga sarana prasarana sekolah merata di seluruh Indonesia.
"Memerintahkan kepada Para Tergugat untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN lebih lanjut," ujar Muhadjir membacakan petikan putusan tersebut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Kedua, sesuai dengan nawacita untuk melakukan evaluasi terhadap model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional.
Ketiga, Moratorium UN, lanjut Muhadjir, juga guna menghindari siswa putus sekolah atau drop-out.
Keempat, Muhadjir menilai, hasil UN hingga saat ini belum dapat menjadi instrumen peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
"Bentuk UN selama ini kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh," kata dia.
Kelima, cakupan UN yang luas juga menciptakan kesulitan dalam memperoleh UN yang kredibel dan bebas dari kecurangan. Sumber daya yang dikerahkan untuk pelaksanaan UN sangat besar.
Keenam, UN juga dianggap tak berimplikasi sama dan secara langsung terhadap setiap peserta UN.
"Hasil UN mempunyai implikasi ketika dimanfaatkan untuk kepentingan lain, misalnya seleksi," kata Muhadjir.
Ketujuh, UN dinilai belum menjadi alat pemetaan yang tepat. Sebab, pemetaan mutu yang baik menuntut adanya instrumen pemetaan lain selain UN.
Pemetaan mutu, lanjut Muhadjir, tak perlu dilakukan setiap tahun dan tidak perlu diberlakukan untuk seluruh siswa.
Kedepalan, UN dinilai cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang salah. Sifat UN dianggap hanya menguji ranah kognitif dan beberapa mata pelajaran tertentu saja.
"Sekolah cenderung hanya terfokus pada mata pelajaran yang diberikan pada UN, kurang memperhatikan mata pelajaran lainnya," tutur Muhadjir.
Format soal UN yang bersifat pilihan ganda juga menjauhkan siswa dari pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kritis dan analis.
"Juga (menjauhkan siswa) dari praktik-praktik penulisan esai sebagai latihan mengekspresikan pikiran dan gagasan anak didik," tutup dia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment