Munarman Bersaksi dalam Sidang Lanjutan Praperadilan Buni Yani
Salah satu saksi fakta sidang praperadilan Buni Yani, Munarman, memberikan keterangannya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016).
JAKARTA, Pegiat salah satu ormas keagamaan, Munarman, menjadi saksi fakta dalam sidang lanjutan praperadilan Buni Yani, tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016). Munarman bersaksi untuk menjelaskan apakah status di akun Facebook milik Buni menjadi salah satu pemicu aksi 4 November 2016 lalu, seperti yang disebut oleh Polda Metro Jaya sebelumnya.
"Menurut saya, itu tidak ada hubungannya. Justru sebelum Buni Yani bikin status itu sama videonya, sudah banyak yang tidak senang dengan omongan Pak Ahok (sapaan Basuki Tjahaja Purnama)," kata Munarman di hadapan majelis hakim.
Menurut Munarman, tidak ada kejanggalan pada status Facebook Buni, yang tertulis demikian, "Bapak-Ibu (pemilih Muslim)... dibohongi Surat Al-Maidah 51... (dan) masuk neraka (juga Bapak-Ibu) dibodohi. Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini".
Dia juga menekankan bahwa Buni hanya mengunggah ulang video yang berasal dari dokumentasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Lagipula itu video kan dari Pemprov DKI, dari mereka-mereka juga. Buni Yani cuma posting lagi video itu, kenapa sekarang jadi masalah. Begitu loh logikanya," tutur Munarman.
Penetapan status tersangka Buni berawal dari laporan Komunitas Advokat Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat di Kepulauan Seribu.
Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment