Warga binaan Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya, Jakarta Timur mengikuti latihan keterampilan menjahit, Kamis (25/2/2016). Di panti ini dilakukan rehabilitasi, baik dengan bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan kepada para wanita tuna susila.
JAKARTA, Menjadi seorang pekerja sosial bukanlah hal yang mudah. Apalagi setiap harinya, mereka harus mendampingi para penerima manfaat (PM) di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Jakarta Timur.
Sebutan PM itu diberikan bagi para penghuni panti yang mengikuti
kegiatan bimbingan dan keterampilan. Rata-rata, mereka adalah wanita
tuna susila yang terjaring oleh Satpol PP ataupun pihak kepolisian.
Sri Mulyani adalah salah satu pekerja sosial yang telah mengabdikan hidupnya selama enam tahun di panti. Ia mengakui adanya kesulitan dalam mendamping para PM, terutama, pada bulan pertama, mereka tinggal di panti. Saat itu, keinginan mereka untuk kabur dari panti begitu kuat.
Ia menuturkan, alasan kebanyakan PM adalah tak adanya penghasilan, sementara mereka harus menjadi tulang punggung keluarga. Kondisi tersebut membuat Sri harus selalu siaga untuk menguatkan dan memotivasi para PM yang didampinginya. Motivasi ini terus diberikannya selama enam bulan masa rehabilitasi.
"Saya bilang ke mereka, anggap aja seperti lagi pelatihan di asrama atau di pesantren. Diingatkan juga, di sini ada bimbingan agama mental dan keterampilan, banyak ilmu yang bisa kamu dapat," ujar Sri kepada Kompas.com di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Jakarta Timur, Kamis (25/2/2016).
Dalam menangani tiap PM-nya pun berbeda-beda. Sri harus mengetahui karakter dan permasalahan mereka dengan mendalam. Terlebih, saat ini, dirinya harus menangani lima PM pada angkatan pertama tahun 2016.
"Kita ini sudah seperti psikolog juga. Kasih motivasi iya, nanti kalau ada PM yang mau kabur juga kita yang menangani," kata dia.
Kedekatan batin yang dimilikinya pun, membuat Sri telah menganggap para PM sebagai bagian dari keluarganya. Sebab, tak jarang juga, perasaan bahagia dan kesal Sri dibuat tercampur aduk saat menangani mereka.
Meski begitu, Sri hanya bisa berharap, kelak mereka bisa menjadi orang dengan kepribadian yang lebih baik lagi. Bisa hidup mandiri dan membuka usaha sesuai dengan bekal keterampilan yang dipelajarinya saat tinggal di panti.
Sri Mulyani adalah salah satu pekerja sosial yang telah mengabdikan hidupnya selama enam tahun di panti. Ia mengakui adanya kesulitan dalam mendamping para PM, terutama, pada bulan pertama, mereka tinggal di panti. Saat itu, keinginan mereka untuk kabur dari panti begitu kuat.
Ia menuturkan, alasan kebanyakan PM adalah tak adanya penghasilan, sementara mereka harus menjadi tulang punggung keluarga. Kondisi tersebut membuat Sri harus selalu siaga untuk menguatkan dan memotivasi para PM yang didampinginya. Motivasi ini terus diberikannya selama enam bulan masa rehabilitasi.
"Saya bilang ke mereka, anggap aja seperti lagi pelatihan di asrama atau di pesantren. Diingatkan juga, di sini ada bimbingan agama mental dan keterampilan, banyak ilmu yang bisa kamu dapat," ujar Sri kepada Kompas.com di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Jakarta Timur, Kamis (25/2/2016).
Dalam menangani tiap PM-nya pun berbeda-beda. Sri harus mengetahui karakter dan permasalahan mereka dengan mendalam. Terlebih, saat ini, dirinya harus menangani lima PM pada angkatan pertama tahun 2016.
"Kita ini sudah seperti psikolog juga. Kasih motivasi iya, nanti kalau ada PM yang mau kabur juga kita yang menangani," kata dia.
Kedekatan batin yang dimilikinya pun, membuat Sri telah menganggap para PM sebagai bagian dari keluarganya. Sebab, tak jarang juga, perasaan bahagia dan kesal Sri dibuat tercampur aduk saat menangani mereka.
Meski begitu, Sri hanya bisa berharap, kelak mereka bisa menjadi orang dengan kepribadian yang lebih baik lagi. Bisa hidup mandiri dan membuka usaha sesuai dengan bekal keterampilan yang dipelajarinya saat tinggal di panti.
No comments:
Post a Comment