Plt Gubernur DKI Batalkan Lelang Dini untuk Jaga Hubungan dengan DPRD
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono
JAKARTA, Ada 14 proyek lelang yang dibatalkan oleh Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono. Alasannya lelang sudah dilakukan padahal belum ada pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2017 bersama DPRD DKI Jakarta.
Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta Blessmiyanda mengatakan lelang dini semacam ini sebenarnya tidak melanggar aturan. Hal itu diatur dalam Pasal 73 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
"Percepatan bisa dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa yang membutuhkan perencanaan dan pembangunan yang lama, salah satunya rusun," kata Bless di Balai Kota, Rabu (2/11/2016).
Sumarsono juga mengatakan memang ada peraturan yang mengizinkan lelang dilakukan sebelum pembahasan dalam kondisi tertentu. Meski demikian, Sumarsono tetap membatalkan 14 lelang itu.
Keluhan DPRD
Percepatan lelang ini awalnya diketahui setelah Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik mengkritik ini. Menurut dia, lelang dini adalah cara nakal.
"APBD 2017 baru akan dibahas akhir Oktober. Tapi kegiatan-kegiatannya sudah dilelang, ini jelas pelanggaran," kata Taufik.
Rupanya, eksekutif tidak pernah memberitahu DPRD DKI jika ingin melakukan lelang dini itu. Anggota DPRD yang kaget mengetahuinya meminta agar lelang dihentikan.
Pasalnya, kata Taufik, DPRD dan Pemprov DKI Jakarta baru akan membahas program-program yang akan dianggarkan dalam APBD 2017. Pembatalan lelang oleh Sumarsono adalah upaya untuk menjaga hubungan baik dengan DPRD DKI.
Sumarsono tidak ingin DPRD merasa "dilangkahi" karena Pemprov melakukan lelang tanpa ada dokumen kesepakatan dengan DPRD berbentu KUA-PPAS. Sumarsono mengibaratkan KUA-PPAS sebagai dokumen politik.
Eksekutif yang menyiapkan dokumen itu dan disetujui oleh legislatif. Jika DPRD sudah setuju dengan KUA-PPAS itu, maka dia anggap warga juga sudah menyutujuinya.
Sumarsono ingin menjaga hubungan dengan DPRD DKI dari sisi psikologi politik. Jika lelang diteruskan tanpa ada persetujuan Dewan, Sumarsono yakin DPRD akan kecewa dan akhirnya malah semakin banyak kepentingan lain yang tertunda.
"Kalau tidak dilakukan seperti ini secara psikologi politik dan DPRD kecewa, (akan) tertunda-tunda seperti ini terus. Ini bisa tertunda," ujar Sumarsono.
Riwayat Pemprov dan DPRD DKI
Sebenarnya kejadian semacam ini sempat terjadi sebelumnya. Dulu, DPRD DKI juga pernah marah karena Pemprov DKI mengirim draft APBD DKI 2015 yang bukan hasil pembahasan dengan DPRD kepada Kemendagri.
Akhirnya, APBD pada 2015 disahkan dengan menggunakan peraturan gubernur. Hal ini karena tidak ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Sumarsono pun mengeluhkan penyelesaian APBD DKI yang selalu terlambat.
Dengan pengalaman tersebut, dia tidak ingin antara Pemprov DKI dan DPRD DKI selalu berseteru. Dia tidak mau ini berimbas kepada keterlambatan kebijakan lain.
Sebab, pada dasarnya pemerintahan daerah di Jakarta tidak hanya terdiri dari Pemprov DKI saja, melainkan juga ada DPRD DKI.
"Ini psikologi politik untuk saling menghargai antar mitra. PEmerintahan itu ada kata 'an'. Kalau pemerintah itu kita disini (eksekutif), kalau pemerintahan itu dengan DPRD," ujar Sumarsono.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment