JAKARTA,
Ketua Umum Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof. Dr. Andrijono,
Sp.OG (K) menjelaskan, alasan vaksin Human Papillomavirus (HPV) untuk
pencegahan kanker serviks wajib diberikan kepada anak-anak usia sekolah
dasar atau SD.
Hal itu dilakukan agar anak memiliki daya antibodi yang tinggi.
"Menurut data, sekitar 47 persen perempuan Indonesia menikah usia
15-19 tahun. Kalau perempuan usia antara 10-15 tahun, kira-kira 4
persen. Oleh karena itu, harus diproteksi," kata Andrijono, di Balai
Kota DKI Jakarta, Senin (28/11/2016).
Saat duduk di bangku SD, anak divaksin. Setelah lulus dan menikah,
sudah terproteksi. Dia menyebut, proteksi karena vaksin HPV dapat
mencapai 15 tahun. Sehingga anak masih terproteksi jika menikah pada
usia 20 tahun.
Selain itu, lanjut dia, dosis vaksin yang diberikan berbeda-beda.
"Untuk perempuan usia sekitar 9-13 tahun tuh dosisnya 2, jadi lebih ringan cost-nya. Kalau perempuan usia di atas 13 tahun, dosisnya 3 kali. Jadi vaksin yang diberikan saat usia SD itu cost-nya
lebih ringan dan protektifnya lebih tinggi. Daya imunnya anak kecil
juga lebih bagus daripada orang dewasa," kata Andrijono.
Dia menjelaskan, Indonesia termasuk terlambat dalam menjalankan vaksin HPV ini.
Sebelumnya sudah ada 64 negara yang mewajibkan anak-anak untuk
melakukan vaksin HPV. Bahkan, lanjut dia, di Amerika Serikat dan
Australia sudah diberlakukan sejak 10 tahun lalu. Di Amerika, kata dia,
jumlah pengidap kanker serviks semakin menurun.
"Resiko (kanker serviks) juga jadi kecil, menurun 70 persen," kata Andrijono.
Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk
mensubsidi pemberian vaksin kanker serviks. Vaksin kanker serviks
diberikan kepada anak kelas 5 SD. Adapun pemberian vaksin merupakan
salah satu langkah pencegahan kanker serviks.
Namun banyak warga tidak melakukan vaksin karena harganya melampau
tinggi. Yakni Rp 750.000 tiap sekali vaksin. Pemprov DKI Jakarta
menargetkan pemberian vaksin HPV kepada 75.000 siswi kelas 5 SD.
No comments:
Post a Comment