Dewan Pembina Golkar Kirim Surat Minta Pergantian Ketua DPR Ditunda


Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Senin (20/6/2016)

JAKARTA, - Dewan Pembina Partai Golkar mengirim surat ke DPR terkait permohonan penundaan pergantian Ketua DPR. Golkar ingin jabatan yang kini dipegang Ade Komaruddin dikembalikan kepada Setya Novanto.
Menurut mereka, keputusan pergantian Ketua DPR yang diusulkan DPP Golkar belum dibahas bersama dengan Dewan Pembina sebagaimana ketentuan AD/ART Partai Golkar.
Surat itu dibenarkan oleh Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai.
"Iya benar ada surat itu, tapi itu bukan sebagai bentuk ketidaksetujuan," kata Yorrys saat ditemui di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (28/11/2016).

Yorrys mengatakan, surat tersebut dibuat Dewan Pembina Partai Golkar sebagai bentuk pemberitahuan kepada DPP terkait belum dilaksanakannya salah satu mekanisme dalam menghasilkan keputusan strategis di tubuh partai.
Mengacu pada Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar pasal 21 ayat 1, Dewan Pembina berkewenangan bersama-sama DPP memutuskan kebijakan strategis partai, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Dalam pasal 21 ayat 2, Dewan Pembina berkewenangan bersama-sama DPP memutuskan penetapan calon presiden dan wakil presiden serta pimpinan lembaga negara, salah satunya DPR.
 

"Jadi ini bukan ketidaksetujuan. Tapi hanya ingin proses dilakukan bersama. Kemarin DPP memang ada dua opsi. Pertama, putuskan dulu baru bahas bersama atau sebaliknya. Kebetulan yang kami ambil yang opsi pertama," lanjut Yorrys.
Rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi Ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016).
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.

Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.
Adapun Novanto mundur dari kursi ketua DPR pada Desember 2015, karena tersangkut kasus "Papa Minta Saham".
Novanto dituding mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.
Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie dan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung sebelumnya berharap tak ada rangkap jabatan Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR.
Aburizal berharap seorang pimpinan partai tidak rangkap jabatan agar bisa fokus dalam mencapai tujuan.
 
Dia menyebut bahwa jabatan ketua DPR dan ketua umum partai merupakan dua jabatan strategis yang membutuhkan perhatian penuh.
"Kalau misalnya yang satu didahulukan, misal mendahulukan DPR, maka Partai Golkar tentu akan dirugikan karena waktunya tidak cukup nanti," ujar Aburizal saat ditemui di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2016).
Hal senada juga dikatakan Akbar. Ia mengatakan, dia dan Aburizal telah sepakat bahwa seorang pemimpin partai diharapkan bisa fokus dalam melaksanakan tugasnya. Harapannya, Golkar bisa meraih kemenangan di pemilu 2019 mendatang.
"Kami sepakat bahwa dalam mengemban tugas terkait dengan posisi seseorang, memang sebaiknya seseorang itu betul-betuk fokus dalam melaksanakan tugasnya," ujar Akbar.

No comments:

Post a Comment