Jalan setapak di antara gubuk liar di bawah kolong tol Pluit di wilayah Penjagalan, Jakarta Utara. Jumat (26/2/2016)
JAKARTA, Rasanya belum lengkap mengenal Kalijodo
jika tidak membicarakan permukiman kumuh di kolong Tol Pluit (Jakarta
Inner Ring Road). Permukiman ini punya hubungan dengan lokasi prostitusi
Kalijodo.
Para pemilik kafe dan pekerja seks komersial (PSK) di Kalijodo ada yang bertempat tinggal di kolong tol ini, yang letaknya tepat di seberang Kalijodo. Para PSK itu tinggal di kolong Tol Pluit sebagai penyewa kos-kosan.
Seorang perempuan warga kolong tol itu mengungkapkan hal tersebut. "Kalau yang tinggal di tengah (kolong), sebagian ada yang pemilik kafe. Kalau jablai-jablai Kalijodo di sini pada ngontrak," kata perempuan yang enggan disebutkan namanya itu, Jumat (26/2/2016).
Rumah kumuh yang dibangun di kolong tol itu disewakan atau dikontrakkan dengan harga bervariasi. Menurut dia, ada yang biaya sewanya Rp 200.000 sampai Rp 350.000 per bulan.
"Yang Rp 200.000 itu yang tanpa air ledeng. Kalau yang Rp 300.000, pakai air ledeng. Tetapi, kalau saya sudah rumah sendiri. Di sini enggak sewa," ujar dia.
Para pemilik kontrakan juga tinggal di kolong tol itu. Para penghuni di kolong tol tersebut, kata dia, sebagian besar adalah pemulung barang bekas. "Paling banyak itu. Tetapi, ada juga sopir truk, bajaj, buruh pabrik juga ada," kata dia.
Permukiman kumuh yang membentang di Jalan Kepanduan I yang menghubungkan Jalan Pangeran Tubagus Angke di Jakarta Barat dan Jalan Teluk Gong Raya di Jakarta Utara itu juga digunakan sebagai tempat mangkal truk.
Para pemilik kafe dan pekerja seks komersial (PSK) di Kalijodo ada yang bertempat tinggal di kolong tol ini, yang letaknya tepat di seberang Kalijodo. Para PSK itu tinggal di kolong Tol Pluit sebagai penyewa kos-kosan.
Seorang perempuan warga kolong tol itu mengungkapkan hal tersebut. "Kalau yang tinggal di tengah (kolong), sebagian ada yang pemilik kafe. Kalau jablai-jablai Kalijodo di sini pada ngontrak," kata perempuan yang enggan disebutkan namanya itu, Jumat (26/2/2016).
Rumah kumuh yang dibangun di kolong tol itu disewakan atau dikontrakkan dengan harga bervariasi. Menurut dia, ada yang biaya sewanya Rp 200.000 sampai Rp 350.000 per bulan.
"Yang Rp 200.000 itu yang tanpa air ledeng. Kalau yang Rp 300.000, pakai air ledeng. Tetapi, kalau saya sudah rumah sendiri. Di sini enggak sewa," ujar dia.
Para pemilik kontrakan juga tinggal di kolong tol itu. Para penghuni di kolong tol tersebut, kata dia, sebagian besar adalah pemulung barang bekas. "Paling banyak itu. Tetapi, ada juga sopir truk, bajaj, buruh pabrik juga ada," kata dia.
Permukiman kumuh yang membentang di Jalan Kepanduan I yang menghubungkan Jalan Pangeran Tubagus Angke di Jakarta Barat dan Jalan Teluk Gong Raya di Jakarta Utara itu juga digunakan sebagai tempat mangkal truk.
Ada bisnis rental (sewa) truk ukuran sedang sampai besar yang menggunakan lahan di bawah jalan layang itu sebagai tempat mangkal.
Lokasinya persis di belakang Pos Kepolisian Sub Sektor Teluk Intan. Lokasi rental truk juga ada di tengah kolong tol dan satu lagi di ujung masuk Jalan Inspeksi Kepanduan I yang berbatasan dengan Jalan Tubagus Angke. Tak heran kalau Jalan Inspeksi Kepanduan I jadi tempat parkir truk.
Upaya penertiban penghuni yang menduduki tanah kolong tol ini secara ilegal sudah beberapa kali dilakukan. Namun, mereka muncul lagi seperti yang terlihat sekarang ini.
"Dari tahun 2010, saya tinggal di sini, sudah tiga kali. Waktu (permukiman) terakhir dibongkar, saya pulang kampung, tetapi balik lagi ke sini dan bangun lagi rumah," ujar perempuan asli Kebumen, Jawa Tengah, itu.
Tanah kolong tol itu jelas diduduki secara ilegal. Wilayah sepanjang lebih kurang satu kilometer itu tak punya RT/RW. Mereka kebanyakan bukan warga DKI. Namun, asal ada uang, mereka bisa buat "KTP tembak" di wilayah lain.
"Saya nembak di RT 09 RW 12. Itu masuk wilayah Penjagalan situ. Kalau enggak, mana bisa kita punya KTP," kata perempuan itu.
Takut dibongkar
Adanya rencana penertiban di Kalijodo membuat resah dirinya. Maklum, tiga kali ia merasakan tempat tinggalnya "diacak-acak" karena ada penertiban.
Sejauh ini, kolong Tol Pluit belum masuk dalam rencana penertiban Pemprov DKI Jakarta.
"Saya belum dengar (mau ditertibkan). Tetapi, jadi takut, di seberang yang punya masalah takut kena juga," ujarnya.
Ibu dua anak ini khawatir ada penertiban karena kalau itu terjadi maka salah seorang anaknya, Indah, yang duduk di bangku kelas IV SD bisa putus sekolah. Indah begitu dibanggakannya karena punya prestasi di sekolah.
"Anak saya Indah ranking terus. Saya enggak dapat KJP (Kartu Jakarata Pintar), tetapi dapat bantuan dana pendidikan. Yang saya khawatir kalau ini juga ikut dibongkar gimana nasib anak saya. Mudah-mudahan jangan deh," ujarnya.
Meski tinggal berlangit beton jalan layang, ia mengaku nyaman tinggal di tempat tersebut.
"Aman di sini pokoknya," ujarnya.
Kebanyakan bangunan di kawasan ini berupa rumah petak kecil dalam bentuk semipermanen.
Jalan masuk ke permukiman padat penduduk itu pun tak ada yang bagus. Rata-rata masih berupa jalan tanah. Saat hujan, jalanan menjadi becek.
Kaum perempuan banyak yang menjaga atau mengurus rumah, mencuci pakaian, mengurus anak, atau sekedar duduk-duduk di depan rumah.
Aktivitas lain terlihat di lapak pengumpul barang bekas. Para pemulung tampak memisah-misahkan barang bekas yang bisa diuangkan dengan yang tidak. Adapun sopir-sopir truk tiduran santai di bangku kemudi.
Di kolong tol itu sudah dipancang papan larangan untuk tidak menempati kolong jalan layang.
Pemprov DKI Jakarta telah menyatakan, setelah melakukan penertiban di Kalijodo, Pemerintah Kota Jakarta Utara mengincar permukiman di kolong Tol Pluit. Permukiman di tanah negara tersebut segera bernasib sama seperti Kalijodo.
"Nanti kita bongkar kok. Enggak pakai nunggu tahunan atau bulan, pokoknya setelah Kalijodo selesai," kata Asisten Pemerintahan Kota Jakarta Utara Rusdiyanto kepada Kompas.com di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa lalu.
Rusdi menambahkan bahwa saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah menggalakkan program pembenahan lahan kolong tol. Dengan demikian, penertiban kawasan tersebut masuk draf penertiban pemerintah.
"Sedang kita kaji," kata Rusdi.
Menurut dia, lahan di kolong Tol Pluit itu milik pemerintah pusat. Sementara itu, perawatan struktur bangunannya diserahkan kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).
"Makanya, nanti kita koordinasi dulu dengan CMNP," kata Wakil Wali Kota Jakarta Utara Wahyu Hidayat.
Lokasinya persis di belakang Pos Kepolisian Sub Sektor Teluk Intan. Lokasi rental truk juga ada di tengah kolong tol dan satu lagi di ujung masuk Jalan Inspeksi Kepanduan I yang berbatasan dengan Jalan Tubagus Angke. Tak heran kalau Jalan Inspeksi Kepanduan I jadi tempat parkir truk.
Upaya penertiban penghuni yang menduduki tanah kolong tol ini secara ilegal sudah beberapa kali dilakukan. Namun, mereka muncul lagi seperti yang terlihat sekarang ini.
"Dari tahun 2010, saya tinggal di sini, sudah tiga kali. Waktu (permukiman) terakhir dibongkar, saya pulang kampung, tetapi balik lagi ke sini dan bangun lagi rumah," ujar perempuan asli Kebumen, Jawa Tengah, itu.
Tanah kolong tol itu jelas diduduki secara ilegal. Wilayah sepanjang lebih kurang satu kilometer itu tak punya RT/RW. Mereka kebanyakan bukan warga DKI. Namun, asal ada uang, mereka bisa buat "KTP tembak" di wilayah lain.
"Saya nembak di RT 09 RW 12. Itu masuk wilayah Penjagalan situ. Kalau enggak, mana bisa kita punya KTP," kata perempuan itu.
Takut dibongkar
Adanya rencana penertiban di Kalijodo membuat resah dirinya. Maklum, tiga kali ia merasakan tempat tinggalnya "diacak-acak" karena ada penertiban.
Sejauh ini, kolong Tol Pluit belum masuk dalam rencana penertiban Pemprov DKI Jakarta.
"Saya belum dengar (mau ditertibkan). Tetapi, jadi takut, di seberang yang punya masalah takut kena juga," ujarnya.
Ibu dua anak ini khawatir ada penertiban karena kalau itu terjadi maka salah seorang anaknya, Indah, yang duduk di bangku kelas IV SD bisa putus sekolah. Indah begitu dibanggakannya karena punya prestasi di sekolah.
"Anak saya Indah ranking terus. Saya enggak dapat KJP (Kartu Jakarata Pintar), tetapi dapat bantuan dana pendidikan. Yang saya khawatir kalau ini juga ikut dibongkar gimana nasib anak saya. Mudah-mudahan jangan deh," ujarnya.
Meski tinggal berlangit beton jalan layang, ia mengaku nyaman tinggal di tempat tersebut.
"Aman di sini pokoknya," ujarnya.
Kebanyakan bangunan di kawasan ini berupa rumah petak kecil dalam bentuk semipermanen.
Jalan masuk ke permukiman padat penduduk itu pun tak ada yang bagus. Rata-rata masih berupa jalan tanah. Saat hujan, jalanan menjadi becek.
Kaum perempuan banyak yang menjaga atau mengurus rumah, mencuci pakaian, mengurus anak, atau sekedar duduk-duduk di depan rumah.
Aktivitas lain terlihat di lapak pengumpul barang bekas. Para pemulung tampak memisah-misahkan barang bekas yang bisa diuangkan dengan yang tidak. Adapun sopir-sopir truk tiduran santai di bangku kemudi.
Di kolong tol itu sudah dipancang papan larangan untuk tidak menempati kolong jalan layang.
Pemprov DKI Jakarta telah menyatakan, setelah melakukan penertiban di Kalijodo, Pemerintah Kota Jakarta Utara mengincar permukiman di kolong Tol Pluit. Permukiman di tanah negara tersebut segera bernasib sama seperti Kalijodo.
"Nanti kita bongkar kok. Enggak pakai nunggu tahunan atau bulan, pokoknya setelah Kalijodo selesai," kata Asisten Pemerintahan Kota Jakarta Utara Rusdiyanto kepada Kompas.com di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa lalu.
Rusdi menambahkan bahwa saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah menggalakkan program pembenahan lahan kolong tol. Dengan demikian, penertiban kawasan tersebut masuk draf penertiban pemerintah.
"Sedang kita kaji," kata Rusdi.
Menurut dia, lahan di kolong Tol Pluit itu milik pemerintah pusat. Sementara itu, perawatan struktur bangunannya diserahkan kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).
"Makanya, nanti kita koordinasi dulu dengan CMNP," kata Wakil Wali Kota Jakarta Utara Wahyu Hidayat.
No comments:
Post a Comment