
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2016)
JAKARTA, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan telah menyerahkan draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (1/2/2016).
Jokowi memberi beberapa masukan terhadap redaksional dalam draf revisi undang-undang tersebut.
"Draf revisi sudah diserahkan kepada Presiden, saya dapat dari Presiden ada sedikit masukan," kata Luhut, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/2/2016).
Luhut belum bersedia menyebutkan rincian substansi revisi berikut masukan yang disampaikan Presiden.
Dia hanya memastikan draf revisi sudah selesai dan masukan dari Presiden tidak mengubah substansi. Oleh karena itu, Luhut yakin draf tersebut akan segera disetujui Presiden dan diserahkan kepada DPR beberapa hari ke depan.
Dia menargetkan revisi UU Antiterorisme bisa selesai dalam masa sidang ini.
"Presiden ingin sedikit masukan soal wording, bukan substansi," ungkapnya.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana seusai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Polhukam, beberapa waktu lalu mengatakan, ada sejumlah poin rancangan revisi UU yang masih jadi perdebatan.
Salah satu hal yang menjadi perdebatan ialah mengenai hukuman pencabutan paspor atau langsung pencabutan kewarganegaraan bagi WNI yang mengikuti pelatihan perang secara ilegal di luar negeri.
Setidaknya ada beberapa poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR. Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah dari segi waktu.
Kedua, dalam hal penyadapan, izin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja.
Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.
Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.
Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris. Untuk terduga teroris, batas waktu pengawasan yakni selama enam bulan. Sementara, untuk mantan terpidana teroris batas waktu yang diusulkan selama setahun setelah bebas.
Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.
No comments:
Post a Comment