Relawan berusaha memadamkan api di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (26/10/2015). Sejak akhir bulan September 2015, para relawan yang berasal dari berbagai lembaga maupun organisasi berjibaku memadamkan api yang menghanguskan sedikitnya 90.000 hektar hutan di TNTP.
MEULABOH, PT Surya Panen Subur (SPS) divonis denda Rp 3 milliar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Meulaboh karena terbukti membakar hutan di kawasan Rawa Tripa, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, pada 2014.
Putusan itu dibacakan ketua majelis hakim Rahma Novatiana, Kamis
(28/01/2016). Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umun
yang menuntut denda Rp 4 miliar.
PT. SPS dianggap terbukti melakukan perusakan hutan dan lingkungan karena api yang terbakar di lahan SPS kemudian menyebar keluar area lahan milik perusahaan sawit tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum PT. SPS, Rivai Kusuma Negara, mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding. Pihaknya menilai, majelis hakim bersikap kontradiktif dalam putusan tersebut.
"Di satu sisi majelis hakim sepakat PT. SPS telah memiliki sistem pencegahan kebakaran, memiliki tim kesiap-siagaan, perusahaan telah melakukan pemadaman dengan cepat tanpa adanya bantuan pemerintah, tapi kemudian putusannya perusahaan tetap disalahkan. Makanya kami akan lakukan hukum banding," katanya.
Kementrian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLH) mengapresiasi putusan tersebut. Putusan itu diharapkan membuat efek jera bagi perusahaan dan masyarakat yang ingin membuka lahan.
"Putusan ini sangat progresif dan prolingkungan. Dampaknya sekarang saja bisa kita lihat di Nagan Raya, khusunya tahun 2015, sudah jarang kebakaran hutan sejak terjadi sengketa ini. Artinya ini menjadi pelajaran baik untuk perusahaan ataupun masyarakat terhadap lingkungan," kata Shaifuddin Akbar, Kepala Sub Direktorat Penyidikan Kerusakan Lingkungan Hidup Kebakaran Hutan dan Lahan.
PT. SPS dianggap terbukti melakukan perusakan hutan dan lingkungan karena api yang terbakar di lahan SPS kemudian menyebar keluar area lahan milik perusahaan sawit tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum PT. SPS, Rivai Kusuma Negara, mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding. Pihaknya menilai, majelis hakim bersikap kontradiktif dalam putusan tersebut.
"Di satu sisi majelis hakim sepakat PT. SPS telah memiliki sistem pencegahan kebakaran, memiliki tim kesiap-siagaan, perusahaan telah melakukan pemadaman dengan cepat tanpa adanya bantuan pemerintah, tapi kemudian putusannya perusahaan tetap disalahkan. Makanya kami akan lakukan hukum banding," katanya.
Kementrian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLH) mengapresiasi putusan tersebut. Putusan itu diharapkan membuat efek jera bagi perusahaan dan masyarakat yang ingin membuka lahan.
"Putusan ini sangat progresif dan prolingkungan. Dampaknya sekarang saja bisa kita lihat di Nagan Raya, khusunya tahun 2015, sudah jarang kebakaran hutan sejak terjadi sengketa ini. Artinya ini menjadi pelajaran baik untuk perusahaan ataupun masyarakat terhadap lingkungan," kata Shaifuddin Akbar, Kepala Sub Direktorat Penyidikan Kerusakan Lingkungan Hidup Kebakaran Hutan dan Lahan.
No comments:
Post a Comment