Prosesi Ciswak, Tolak Bala Menjelang Tahun "Monyet Api"


Berdoa di Klenteng, bagian dari prosesi Ciswak

SURABAYA, KOMPAS.com - Sepekan jelang Tahun Baru Imlek 2567, Minggu (31/1/2016), Kelenteng Hong San Ko Tee di Jalan HOS Cokroaminoto Surabaya, diserbu ratusan umat Konghucu.
Mereka menggelar prosesi Ciswak atau tolak bala jelang memasuki tahun monyet api.
Selain berdoa dan menyembah patung dewa di sejumlah sisi altar, warga juga menyiram bagian tubuh dengan air bunga mawar, menyematkan berkah di kening dan memotong rambut.
"Memotong sebagian rambut adalah simbol membuang keburukan dan menolak balak," kata pemimpin Ciswak, Suhu Gunawan, Minggu.
Prosesi semacam itu, kata Gunawan, akan kembali digelar sepekan setelah tahun baru Imlek yang jatuh pada 8 Februari mendatang.
Demi kesempurnaan, prosesi Ciswak dilakukan dengan tiga pendekatan tradisi sekaligus, yakni tradisi Jawa, Bali, dan tradisi umat Konghucu sendiri.
Tradisi Bali dengan ruwatan, Jawa dengan siraman bunga, lalu Tionghoa dengan cara Ciswak.
Sebelum menyiramkan air bunga dan memotong rambut, prosesi diawali dengan berdoa kepada delapan patung dewa, khususnya kepada Dewa Tuan Rumah, yakni Kong Tke Cun Ong, yang berada altar tengah atau altar utama.
Prosesi juga dilakukan dengan penuangan minyak ke tempat tungku lilin sebagai tanda agar di tahun mendatang diberkati dengan kehidupan yang terang dan lancar.
Menurut Gunawan, di tahun monyet api, perekonomian bangsa Indonesia diprediksi akan terus membaik. Meski demikian, tetap akan ada banyak halangan yang merintang.

No comments:

Post a Comment