Kompolnas: Mengusut Kasus Mirna, Polisi Tidak Perlu Pengakuan


Jessica Kumala saat mendatangi Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2016).

JAKARTA, Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan menjelaskan, polisi tidak perlu menunggu pengakuan tersangka dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27).
Salah satu alasan polisi menetapkan Jessica Kumala Wongso (27) sebagai tersangka karena adanya keterangan yang janggal dan tidak sesuai dengan fakta temuan polisi.
Selain itu, bukti-bukti di lapangan dan kecurigaan mengarah pada Jessica.
"Polisi tidak perlu terlalu mengharapkan pengakuan. Bagaimana dulu kasus serupa, kematian Munir, itu lebih jauh rumit. Kita bicara soal keyakinan polisi. Mereka dapat petunjuk yang membuat keyakinan itu," kata Edi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (31/1/2016).
Menurut Edi, polisi telah mengumpulkan alat bukti dan keterangan sejumlah saksi ahli yang lebih dari cukup. Polisi kemudian menetapkan status tersangka kepada Jessica.
Polisi menahan Jessica setelah pemeriksaan sejak pagi hingga menjelang tengah malam, Sabtu. Jessica dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati.
Seperti dikutip Kompas, dasar penetapan tersangka adalah karena polisi sudah mengantongi motif dan aspek materiil kasus ini.

Hasil penyidikan sementara, diketahui Jessica bertemu dengan Mirna dan Hani pada 6 Januari di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pukul 17.15.
Sebelum Mirna dan Hani datang, Jessica telah lebih dulu tiba di Olivier dan memesan tiga jenis minuman serta langsung membayar tagihannya. Salah satu minuman adalah es kopi vietnamese yang dikonsumsi Mirna.
Seusai memesan minuman di meja bar, Jessica mengamati situasi kafe. Perempuan itu kemudian duduk di meja nomor 54.

Tempat duduknya berwarna kuning berbentuk setengah lingkaran dengan meja bulat hitam. Ia duduk di sana selama 51 menit.
Setelah pelayan menyajikan pesanan, semua minuman berada dalam penguasaan Jessica selama 45 menit.
Selama masa itu, menurut polisi, ada titik kritis selama 3 menit yang diyakini adalah saat sianida ditaburkan.

"Titik kritis itu adalah waktu saat kopi tercampur dengan zat sianida yang menyebabkan korban tewas," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti.
Menurut Krishna, selama duduk, tersangka menunjukkan gerak-gerik mencurigakan, mulai dari menata letak minuman, meletakkan tas kertas di atas meja yang menghalangi pandangan kamera pengawas ke arah minuman, hingga terlihat memindahkan kopi ke dekatnya.
Ada waktu ketika dia memegang kopi dan pada saat bersamaan melihat kondisi sekitar, berkali-kali memegang rambut, setelah melakukan sesuatu pada kopi, dia mengembalikan gelas kopi ke tempat semula. Setelah itu, tersangka memindahkan tas kertas dari meja ke tempat duduk.
Kepada polisi, Jessica mengatakan, tas-tas kertas itu sejak semula ada di tempat duduk.
"Dari awal dia sudah berbohong. Bukti yang kami miliki menunjukkan tas itu diletakkan di atas meja, menutupi minuman. Setelah 'titik kritis berlalu', tas baru diletakkan di kursi," kata Krishna.
Kemudian, begitu sampai di Kafe Olivier, Mirna minum kopi tersebut. Tak berapa lama, korban menunjukkan reaksi aneh, seperti kejang-kejang dan beberapa bagian tubuh mengeras.

Perempuan itu lalu dibawa ke Klinik Damayanti yang berada di lantai dasar mal sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Dokter menyatakan Mirna meninggal pukul 18.30.
Dari hasil otopsi jenazah, disimpulkan bahwa Mirna mengalami gejala klinis cyanosis akibat racun sianida.
Gejala itu terlihat dari warna kulit kebiruan atau pucat di bagian bibir karena kandungan oksigen yang rendah di dalam darah.
Selain itu, hasil investigasi juga menunjukkan indikasi kuat adanya zat korosif yang menghancurkan sistem pencernaan dan organ lambung.
Polisi juga memeriksa uji racun terhadap empat jenis kopi sejenis di Olivier. Warna kopi yang dikonsumsi Mirna kehijauan, seperti kopi dengan sianida.
Warna kopi ini tidak seperti warna kopi tanpa sianida saat pertama kali pelayan menyajikan minuman itu. Pemeriksaan sementara menunjukkan tersangka sebagai pelaku tunggal.

No comments:

Post a Comment