Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
PURWAKARTA, Di depan ribuan warganya, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi curhat sekaligus menyindir persoalan patung-patung di daerahnya.
Bupati Purwakarta kerap dituduh menduakan Tuhan dengan menyembah patung-patung yang dibangun.
"Bapak-bapak, ibu-ibu, suka enggak dengan patung yang ada?" ujar Dedi kepada warganya, Jumat (1/1/2016).
Mendengar pertanyaan Dedi, warga pun menjawab serentak, "Sukaaa...".
"Patung itu hanya untuk berfoto atau disembah?". Masyarakat kembali menjawab, "Foto".
Dedi kembali menegaskan pertanyaannya, "Tidak untuk disembah kan?" warga pun menjawab "tidak".
Dedi menyatakan, patung-patung itu dibuat untuk kebutuhan estetika di daerahnya. Ia membangun patung-patung tersebut karena masyarakat pun menyukainya.
"Setiap hari saya melihat orang-orang Purwakarta maupun luar Purwakarta berfoto dengan patung-patung tersebut. Dan mereka tampak bahagia," ucap Dedi kepada Kompas.com.
Bahkan, menurut Dedi, ada kalanya orang yang berkendaraan sengaja menghentikan mobil dan motornya hanya untuk selfie dengan patung, bukan untuk menyembah patung.
Makanyaa ketika ada anggapan patung itu didirikan untuk disembah, Dedi menilai itu keliru. Baginya, patung-patung ini didirikan untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat.
Ketika mereka selfie dengan patung dan tertawa lepas, ada kebahagiaan yang terpancar dari warganya. Itulah mengapa, meski ia diprotes pihak tertentu, ia akan tetap memperindah kotanya, salah satunya dengan patung.
Sebelumnya, Dedi mem-post beberapa curhatannya di akun twitter pribadinya. Di sana Dedi bercerita tampil dengan berbudaya Sunda tidaklah mudah.
"Tak disangka ternyata, tampil dengan budaya Sunda bukanlah perkara mudah. Banyak yang menilai ini kampungan, primitif, dan ketinggalan zaman," tulis dia dalam akun twitter @dedimulyadi71.
Berbagai julukan pun pernah ia terima, mulai "Si Cepot" hingga "Si Raja Syirik". Namun ia tidak memedulikan itu.
Dedi pun menceritakan penghargaan Maecenas yang diperolehnya dari Federasi Teater Indonesia. Apresiasi yang diberikan untuk orang yang peduli seni dan budaya walau tak berkecimpung dalam pekerjaan tersebut.
Penghargaan yang sama pernah diterima Jacob Oetama, Victor Hartono, Sultan Hamengku Buwono X.
"Secara pribadi saya merasa belum pantas menerima penghargaan tersebut. Karena peran saya yang masih kecil," tuturnya.
Saat ini, rasa cinta terhadap tanah dan kebudayaannya sangat besar. Dengan spirit kesundaan, ia ingin menjadi orang Indonesia.
"Bapak-bapak, ibu-ibu, suka enggak dengan patung yang ada?" ujar Dedi kepada warganya, Jumat (1/1/2016).
Mendengar pertanyaan Dedi, warga pun menjawab serentak, "Sukaaa...".
"Patung itu hanya untuk berfoto atau disembah?". Masyarakat kembali menjawab, "Foto".
Dedi kembali menegaskan pertanyaannya, "Tidak untuk disembah kan?" warga pun menjawab "tidak".
Dedi menyatakan, patung-patung itu dibuat untuk kebutuhan estetika di daerahnya. Ia membangun patung-patung tersebut karena masyarakat pun menyukainya.
"Setiap hari saya melihat orang-orang Purwakarta maupun luar Purwakarta berfoto dengan patung-patung tersebut. Dan mereka tampak bahagia," ucap Dedi kepada Kompas.com.
Bahkan, menurut Dedi, ada kalanya orang yang berkendaraan sengaja menghentikan mobil dan motornya hanya untuk selfie dengan patung, bukan untuk menyembah patung.
Makanyaa ketika ada anggapan patung itu didirikan untuk disembah, Dedi menilai itu keliru. Baginya, patung-patung ini didirikan untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat.
Ketika mereka selfie dengan patung dan tertawa lepas, ada kebahagiaan yang terpancar dari warganya. Itulah mengapa, meski ia diprotes pihak tertentu, ia akan tetap memperindah kotanya, salah satunya dengan patung.
Sebelumnya, Dedi mem-post beberapa curhatannya di akun twitter pribadinya. Di sana Dedi bercerita tampil dengan berbudaya Sunda tidaklah mudah.
"Tak disangka ternyata, tampil dengan budaya Sunda bukanlah perkara mudah. Banyak yang menilai ini kampungan, primitif, dan ketinggalan zaman," tulis dia dalam akun twitter @dedimulyadi71.
Berbagai julukan pun pernah ia terima, mulai "Si Cepot" hingga "Si Raja Syirik". Namun ia tidak memedulikan itu.
Dedi pun menceritakan penghargaan Maecenas yang diperolehnya dari Federasi Teater Indonesia. Apresiasi yang diberikan untuk orang yang peduli seni dan budaya walau tak berkecimpung dalam pekerjaan tersebut.
Penghargaan yang sama pernah diterima Jacob Oetama, Victor Hartono, Sultan Hamengku Buwono X.
"Secara pribadi saya merasa belum pantas menerima penghargaan tersebut. Karena peran saya yang masih kecil," tuturnya.
Saat ini, rasa cinta terhadap tanah dan kebudayaannya sangat besar. Dengan spirit kesundaan, ia ingin menjadi orang Indonesia.
No comments:
Post a Comment